Gunung Lawu


Puncak Hargo Dumilah, Gunung Lawu
Lelah, badan sudah mulai gatal-gatal karena debu dan keringat, kaki sudah mulai gemetaran tak mampu berpijak dengan kokoh. Ditambah hari mulai gelap, tidak ada pilihan lain kecuali terus berjalan. Langkah demi langkah menuruni jalan setapak bebatuan yang tajam, licin dan sangat terjal.

Sangat berbeda dari saat mendaki melalui cemoro kandang yang lebih landai, perjalanan turun melalui jalur pendakian cemoro sewu ini sangat curam. Selangkah ke depan, hanya itu yang bisa dilakukan. Iya, hanya selangkah ke depan saja yang aku ingin pikirkan. Bagaimana tidak, jalan saja sebentar-sebentar ingin berhenti. Kaki sudah sangat gemetaran. Terusssss….Terus. Dan akhirnya sampai di basecamp cemoro sewu.

Tepaaaaaaaarrrrrrrrrrrrrrr!!!

Inilah pendakian pertama ku, gunung lawu!

Terletak di wilayah perbatasan kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah dan Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Butuh waktu kira-kira 1,5 jam perjalanan dengan sepeda motor dari Solo untuk sampai di pintu gerbang jalur pendakian Cemoro Kandang.

Pada pendakian ini kami hanya berempat, dua cowok dan dua cewek. Nekatnya kami semua pemula. Aku baru pertama kali dan ketiga temanku yang lain sudah pernah mendaki sekali. Ke lawu juga tetapi melewati jalur cemoro sewu.

Sebenarnya kami berencana berangkat dengan banyak pasukan. Semakin mendekati hari H semakin berkurang pasukannya. Parahnya di H-1 teman-teman yang beneran 'anak gunung' malah tidak bisa ikut mendaki pagi. Tentu dengan sebab dan alasan tertentu. Maka jadilah  berempat itu yang melakukan pendakian pagi. Dan enam lainnya menyusul mendaki malam hari.

Kami mulai mendaki pukul 11 siang dari cemoro kandang. Menempuh 8 jam perjalanan hingga sampai di pos 4. Satu jam untuk sampai ke pos 1, kami istirahat dan sholat dhuhur. Karena minim air dan kami mendengar dari pendaki lain jika semua sumber mata air sedang kering maka kami memutuskan untuk tayamum. Dan yang pasti harus memanajemen persediaan air dengan sebaik-baiknya. Itu penting!

Perjalanan menuju pos 1 ini tergolong mudah. Hanya saja karena kami baru mulai naik jadi harus beradaptasi dengan perbedaan kadar oksigen dan cara mengatur tempo bernafas kami. Selebihnya mudah.

Perjalanan dari pos 1 ke pos 2 cukup menanjak dan lebih jauh. Membutuhkan waktu sekitar 2 jam. Melewati jalanan yang lebih lunak. Jalur pendakian berupa tanah kering yang berdebu. Sesampai di pos 2 kami istirahat dan memasak mie instan. Kami bertemu dengan beberapa kelompok pendaki yang lebih dulu sampai dan juga sedang istirahat.

Perjalanan dari pos 2 ke pos 3 inilah yang paling jauh dan melelahkan. Kami melewati 1 pos bayangan. Sering kami di-PHP sampai pos 3 karena saking jauhnya. Kalau ada terdengar suara teriakan dari atas, kami pikir sudah dekat dengan pos 3, ternyata lagi-lagi PHP. Lagi-lagi PHP lagi. Lama-lama kami tidak percaya dengan isu pos 3. Terus saja kami berjalan. Yang penting jalan. Jalur mulai berkelok-kelok dan berupa batuan kerikil dan pasir. Kami juga melewati pinggiran jurang yang cukup indah pemandangan di bawahnya.

Kami seperti benar-benar hanya diputar-putar. Sering sekali mbatin “huh, kapan sampainya”. Sampai salah satu dari kami mengalami salah urat pada kaki kanannya, tetapi mencoba terus dipaksa berjalan. Blussssh tidak terbendung lagi akhirnya keluar air mata karena saking sakitnya menahan nyeri. Duh….sangat tidak tega :/

Sesampainya di pos 3 sudah hampir maghrib. Udara juga sudah mulai dingin. Kami mulai menggunakan penutup kepala, jaket tebal, slayer/syal, dan menyiapkan senter untuk pendakian malam. Kami tidak lama beristirahat di pos 3. Kami ingin segera sampai di pos 4 untuk mendirikan tenda dan bermalam di sana.

Pendakian dalam keadaan gelap membuat kami harus selalu fokus. Apalagi waktu itu aku tidak membawa senter, harus selalu menempel orang yang di depanku. Selangkah demi selangkah. Setapak demi setapak. Benar-benar harus memperhatikan jalan. Apakah ada lubang. Apakah di sampingnya jurang. Apakah bebatuan. Terkadang sampai kami seperti meraba-raba tekstur jalannya.

Cukup jauh juga perjalanan sampai pos 4. Ditambah perjalanan dalam keadaan gelap membuat kami tidak bisa sebentar-sebentar berhenti lagi. Terlalu lama berhenti akan cepat merasakan hawa yang sangat dingin.

Sekitar pukul 19.30 kami sampai di pos 4. Tempatnya landai seperti lapangan sepakbola yang tidak rata. Sudah ada kelompok pendaki yang sampai di sana. Mereka di dalam barak melundungi tubuh dari dinginnya udara khas lawu dan terlihat ada masak-masak. Sekenanya kami duduk dan rebahan di rumput. Tidak mau berlama-lama istirahat, kami segera berdiri dan mencari tempat yang nyaman untuk mendirikan tenda. Kami memilih yang mepet dengan bukit dan di belakang barak. Dengan pertimbangan untuk meminimalisir angin dan kabut yang tentu saja sangat dingin.

Setelah tenda berdiri kami mulai memasak air hangat dan mie instan. Cukup untuk menghangatkan tubuh dari hawa dingin yang mulai menusuk. Setelah itu kami beres-beres dan sholat maghrib-isya’ jamak qashar. Setelah selesai kami langsung masuk tenda walaupun malam belum terlalu larut. Kami butuh istirahat untuk pendakian besok.

Tidak yakin apakah kami benar-benar sempat tidur atau belum. Tidak yakin apakah kami tidak tidur sama sekali. Dan tidak yakin juga apakah yang kami ingat hanyalah kembang tidur saja. Yang terpenting kami menikmati hangatnya di dalam tenda malam itu. Walaupun tidak sedingin saat di Dieng tapi di sini pun kami gelisah, sulit terpejam karena kedinginan.

Dari dalam tenda terdengar di luar mulai banyak pendaki berdatangan dan mendirikan tenda. Tidak mau tahu kami terus saja di dalam tenda sampai pagi.

Sudah pagi tapi masih enggan untuk keluar tenda. Kami mendengar gemuruh angin di luar yang sangat kencang. Kami paksaan untuk shubuhan sekitar pukul 5. Setelah itu langsung masuk tenda lagi. Mager sampai pukul 9 baru keluar tenda lagi.

Bertambah lama lagi kami di pos 4. Setelah mencari tempat untuk buang air kecil kami sempat melihat ke sekeliling. Baru pagi-pagi seperti ini ternyata di pos 4 ini banyak spot pemandangan yang sangat indah. Tidak hanya waktu malam yang langitnya berkelip taburan bintang-bintang dan cahaya lampu dari pemukiman di bawah.. Baru pertama kali melihat awan yang bergerak sangat cepat karena tertiup angin. Membuat kami semakin kagum dengan ukiran alam sang Pencipta. Keindahan lainnya saat melihat bukit-bukit yang masih diselimuti kabut. Di spot lain kami seakan sedang berada di atas awan. Dan di bawah awan itu ada pemukinan penduduk yang terlihat sangat kecil seperti melihat google map saja.

Perjalanan dari pos 4 ke pos selanjutnya hampir semua landai. Menurut saya ini adalah perjalanan yang paling mudah dan menyenangkan. Bisa sambil berlari. Tidak hanya itu kami dipertontonkan dengan pemandangan sabana yang sangat indah. Tidak jarang kami berhenti untuk mengambil foto.

Sepanjang dari pos 4 ke pos 5 puncak hargo dumilah (puncak tertinggi gunung lawu) sudah terlihat. Semakin mendekati pos 5 jalan mulai menanjak. Kami bertemu kelompok kami yang 6 orang itu di pos 5 ini. Tidak menyangka. Kami pikir mereka sudah tiba lebih dulu. Jalan dari pos 5 ke puncak semuanya menanjak terjal. Tidak jauh tetapi semuanya tanjakan.

Akhirnya tiba di puncak. Sudah ada yang duluan sampai di sana. Kami istirahat cukup lama. Sholat dhuhur. Dan mengambil cukup banyak foto. Pukul 14 kami baru turun melewati jalur pendakian cemoro sewu.

Dari kelompok besar ini kami terpecah menjadi kelompok kecil-kecil. Ini sangat membantu. Kami tidak harus selalu saling tunggu menunggu. Kalau ada salah satu yang sakit pun tidak akan membuat semua berhenti, itu jika sakitnya masih bisa ditangani oleh teman kelompok kecilnya. Yang penting setiap kelompok kecil selalu ada yang lebih paham. Saling melengkapi satu sama lain. Dan yang paling penting cukup memiliki persediaan air dan senter untuk perjalanan malam.

Perjalanan turun harus melewati jalanan berbatu. Licin, curam, dan tajam-tajam. Benar-benar berbeda dari jalur cemoro kandang. Ini curammmmm. Jejeg kalau orang jawa bilang. Harus sangat hati-hati. Memang lebih cepat. Tapi kaki harus dituntut kuat untuk menumpu beban dari tas carier yang kami bawa.

Jalur pendakian cemoro sewu ini juga terdapat 5 pos. 1 pos bayangan antara pos 4 dan 3. 2 pos bayangan dari pos 1 ke basecamp. Uniknya di pos-pos pendakian cemoro sewu terdapat warung yang berjualan. Tapi sayang saat kami turun semua warung sudah tutup. Padahal saya pribadi penasaran  dengan sosok Mbok Yem, pemilik warung di pos 5 itu. Dan nikmatnya tempe mendoan anget di pos 2 yang katanya sangat enak.

Pukul 18.30 kami sudah sampai di basecamp cemoro sewu. Alhamdulillah pendakian lancar. Ada satu pelajaran yang saya garis bawahi: “Jalan satu langkah ke depan”.

Beribu maaf kami pulang duluan.
Up