Lebih Nyaman setelah Jauh dari Politik

Ilustrasi: googling
Lama tidak membicarakan masalah politik, terutama politik di Indonesia. Sekarang ini saya tidak terlalu peduli siapa yang jadi presidennya. Tidak terlalu peduli juga dengan macam-macam isu politik yang berkembang.

Setelah ditetapkannya dua kandidat calon presiden 2014 kemarin itulah saya benar-benar menstop segala hal yang berbau politik. Dan hasilnya benar-benar menakjubkan. Kini saya merasa sangat nyaman. Lebih tepatnya, menjadi nyaman dengan tidak ada pikiran tentang politik.

Makan jadi lebih enak. Tidur jadi lebih nyenyak. Banyak sekali ruang-ruang kebencian dalam hati karena banyaknya stereotif negatif tergantikan dengan ruang-ruang yang diisi oleh perasaan rileks. Cara berpikir menjadi jernih. Hati pun menjadi tertata. Benar-benar lebih nyaman.

Saya mulai tidak membeli koran. Saya mulai tidak tertarik menonton tivi, terutama tivi berita, jadi jarang sekali menonton, bahkan tidak pernah sama sekali. Paling kalau lagi di rumah, ada waktu longgar, hanya menonton FTV saja, karena acara-acara tivi yang lain pun sudah tidak menarik lagi.

Awalnya saya ragu apakah bisa tidak 'terbawa'. Tetapi setelah sama sekali tidak bersentuhan dengan politik ternyata tidak ada masalah apa-apa yang muncul. Justru sebaliknya, bahagia.

Lama kelamaan saya jadi tidak nyambung dengan pembicaraan mengenai isu politik yang berkembang. Padahal waktu itu sedang panas-panasnya pemilu presiden, saya kok tidak tertarik membicarakannya. Kalau kumpul dengan teman-teman yang sedang membahas politik saya diam saja, pilih membuka hape.

Yang biasanya sering update tentang politik di media sosial jadi tidak pernah lagi. Saya sendiri heran dengan perubahan yang saya alami. Tidak lagi mudah terbawa arus isu yang ada. Isu-isu yang sedang hangat-hangatnya pun saya kurang tertarik ikut mengomentari.

Mungkin saja kenapa saya mulai menjauhi politik karena capres yang ada hanya dua kandidat itu, pak Prabowo dan pak Joko Widodo, bukan pak Dahlan Iskan yang saya anggap sangat pas dan berkompeten menjadi presiden RI selanjutnya. Tetapi saya belajar dari pak Dahlan Iskan yang tidak pernah ngotot ingin menjadi apapun, dan siap menerima takdir apapun. 

“Kalau jadi bismillah kalau tidak jadi ya Alhamdulillah” kalimat yang sering diucapkan pak Dahlan inilah yang membuat saya akhirnya juga legowo. Dan pada akhirnya membuat saya berusaha membebaskan pikiran dari segala hal yang berbau politik.

Tidak ikut-ikutan membahas politik pun bukan berarti tidak nasionalisme. Banyak cara berkontribusi untuk kesejahteraan rakyat. Tidak harus menjadi presiden, tidak harus menjadi menteri, tidak harus menjadi anggota dewan, tidak harus menjadi pejabat dulu, dan tidak harus juga ikut-ikutan jueh menanggapi suatu kebijakan, baik mendukung atau menolak. Kita tetap masih bisa bermanfaat bagi rakyat tanpa melalui itu semua.

Kita bisa belajar dari mas Ricky Elson, sang Putera Petir itu. Dia rela melepas karier 14 tahun yang begitu menjanjikan di Jepang. Puluhan teori tentang motor listrik temuannya pun telah dipatenkan pemerintah Jepang. Perusahaan yang menaunginnya itu telah berkali-kali memintanya kembali ke Jepang. Tetapi rasa cintanya kepada putra-putri negeri membuat dia memilih tetap tinggal, walaupun harus meninggalkan gaji melimpah dan kehidupan yang nyaman.

Kini mas Ricky Elson tetap tinggal di Indonesia mentrasnfer ilmu kepada pemuda-pemuda untuk kebangkitan listrik nasional yang murah. Dia terjun ke pelosok mengembangkan pembangkit listrik tenaga angin dengan dana yang pas-pasan. Dan wah-nya kincir angin hasil rakitannya itu sekarang menjadi yang terbaik di dunia (untuk ukuran 500 peak). Telah jauh lebih bagus dari Air-40 dengan blade Fiber buatan perusahaan Southwest Amerika itu (3 kali lipat lebih), dengan harga yang 40% lebib murah dibandingan FOB mereka yg $850.

Inilah satu contoh dari seorang pemuda yang sangat antusias untuk mengabdi kepada negeri tanpa harus sama sekali bersentuhan dengan politik. Dan dia mampu membuktikan bahwa dia bisa tetap bermanfaat untuk rakyat. Begitu pun pak Dahlan Iskan yang meminta mas Ricky Elson itu pulang ke Indonesia, walau sudah tidak di pemerintahan lagi tetapi kini masih aktif untuk bisa bermanfaat untuk rakyat. Beliau kini mengembangkan tanaman kaliandra merah. Tanaman ini untuk menghasilkan energi listrik yang kemudian untuk menerangi daerah-daerah terpencil yang belum tersentuh oleh listik Negara.

Tentu masih banyak sekali tokoh-tokoh yang bisa dijadikan teladan. Tetapi pada intinya adalah tidak harus di dunia politik kita bisa berkontribusi untuk mensejahterakan rakyat. Kita bisa mulai dari apa yang bisa kita lakukan. Dari apa keahlian kita. Tidak usah muluk-muluk yang harus selalu nasional. Mulai dari yang paling kecil saja. Mulai dari orang-orang yang paling dekat saja. Itu saja pasti sudah banyak. Itu saja kita belum tentu mampu mensejahterakan mereka.

Kita ini hanya kurang memperhatikannya saja. Terlalu menggeneralisasi. Padahal ada tetangga kita, orang-orang yang kita lewati di jalanan, bahkan saudara dan kerabat kita sendiri justru kita tidak menyadarinya. Mereka membutuhkan bantuan juga!

Kalau pemerintah ingin menaikkan harga bbm, itu tidak akan menjadi masalah bagi rakyat. Seberapa luas pun dampaknya, percaya saja kita ini sudah terbukti bangsa yang survive.

Kalau para pejabat itu korup itu bukan masalah kita juga. Kita tidak akan tiba-tiba kelaparan karena ada pak X berubah status menjadi tersangka korupsi. Kita juga tidak akan tiba-tiba miskin dengan status pak X tadi yang naik statusnya menjadi terdakwa korupsi.

Kalau para anggota dewan sedang rebut itu bukan masalah kita juga. Mereka itu siapa, kenapa kita repot memikirkan mereka. Tidak perlu lah jauh-jauh memikirkan yang di Jakarta itu. Tidak perlu lah kita latah menghujat orang-orang yang ribut di TV dan media-media itu. Kita di mana, halaman rumah sudah di sapu pagi ini? Tempat tidur sudah dibereskan? Lantai kamar sudah dipel? Kamar mandi masih bau pesing atau sudah wangi? Sadari itu!

Kenapa mudah marah?
Up