Mahasiswa kok Ngemis

Foto Iklan Ngemis Mhs UGM

AKU ini pengemis. Sesungguh-sungguhnya pengemis. Pengemis yang hakiki. The real Pengemis. Pengemis yang tidak tahu diri. aku tidak kerja. aku tidak pernah menengadahkan tanganku di perempatan-perempatan jalan. aku berpakaian rapi, bersepatu KW, jeans merk dagang Eropa, kemeja berlabel ratusan ribu, dan kaos dari merk distro ternama. Bangun tidur tidak pernah kepagian. Tidur malam tidak pernah kemalaman. Tempat makanku berganti-ganti setiap hari. Tidak pernah masak sendiri. Untuk kelas seorang berpendidikan tinggi, bagiku tidak ada waktu untuk masak. aku ini mahasiswa!

aku ini pengemis kelas menengah. Sangat jauh dari kekumalan pakaian. Tidak pernah aku menginjakkan kakiku di aspal. Tentu aku menginjak aspal tapi dengan sepatu mahalku. Jangankan berjalan kluntang-klantung, aku ini naik motor. Setiap hari membakar berliter-liter bensin, mengepulkan asap karbon memanaskan bumi. Malu lah aku kalau jalan kaki.

aku ini mahasiswa. aku indekos, jauh dari orang tua. Akhir pekan aku pulang ke rumah. Awal pekan aku pergi lagi. Tidak dengan tangan kosong pastinya. Ada yang lebih menonjol di bagian bokongku. Tepatnya di bokong sebelah kanan. Ada penghuni baru di dompet lipat tiga ku. Ada yang warna merah, ada yang warna biru, ada yang warna hijau juga. Isi dompetku lebih berwarna kalau awal pekan. Dari mana semua uangku? ya dari hasil aku mengemis. Itulah dalih hak aku sebagai anak. Dan kewajiban orang tua untuk menafkahi anak. Begitulah populer dari tradisi budaya di negeri ku yang teramat ku cinta.

Terkadang aku pun tidak perlu pulang. Orang tua sangat pengertian mengenai hal ini. "Kalau capek, nggak usah pulang dulu minggu depan saja, uang saku nanti ditransferkan", kata-kata orang tua ku yang ku hafal lewat telepon. Begitu bijaknya orang tua ku. Sungguh aku sangat mencintai keduanya.

aku ini memang kurang ajar. Uang saku setiap minggu sebenarnya terlalu banyak bagi pengemis seperti ku. Uang yang dikeluarkan orang tua untuk kebutuhanku saja pasti lebih banyak ketimbang pemasukan karyawan-karyawan pabrik yang juga menghidupi keluarga dan anak-anak mereka yang sebajingan aku ini. Kurang ajar nya aku ini masih berani meminta-minta lagi. Wes diwenehi ati jik tego nggrogoh rempelo. aku masih minta uang untuk main karena uangku yang merah belum pecah. Sayang aja kalau aku pakai. Mending minta. Tanganku memang gatal kalau tidak minta. Awal bulan, tidak pernah lupa aku mengingatkan beli pulsa internet. Sekalian minta bonus gajian orang tua.

Mungkin aku terlalu berlebihan. Pengeluaran mahasiswa memang banyak. Bukan sekedar alasan. Berapa rupiah untuk foto copy. Berapa rupiah untuk beli buku-buku. Berapa rupiah untuk beli bensin. Berapa rupiah untuk beli makan sehari-hari. Berapa rupiah untuk beli pulsa. Berapa rupiah untuk jajan, jalan-jalan, ngemil, laundry, futsal, nobar, nonton bioskop, dan pacaran. Ya, pacaran juga perlu anggaran pengeluaran. Bisa jadi justru paling banyak. Penuh kontroversi memang masalah pacaran ini di kalangan anak muda. Ada kalangan penganut setia pacaran. Ada yang anti pacaran. Bak fikih, tergantung mahzab mana yang menjadi rujukan. Ada kalangan yang menganut bahwa pacaran hukumnya wajib bagi setiap anak muda. Sampai-sampai stress jika tidak kunjung punya pacar pengganti atau belum juga punya pacar, apalagi kalau usia sudah 20an. Bisa-bisa gila.

Paling banyak adalah yang hanya menghukuni sunnah. Ada yang bilang mubah dan ada yang bilang makruh. Tapi bagi anak muda dari kalangan fundamentalis yang paling ekstrim mengenai pacaran. Bagi mereka pacaran haram hukumnya. Pacaran hanya boleh dilakukan setelah menikah. Aneh memang cara berpikirnya, pertama, pacaran kok 'melakukan'. Kedua, pacaran kok setelah menikah. Makanya, bagi fundamentalis ini yang tidak pernah pacaran sebelumnya, lalu sekali menikah langsung keluar anak banyak. Setahun bisa sampai dua. Mereka kurang bisa membuat ritme berhubungan dengan lawan jenis. Makanya 'kaget', sekali merasa keenakan pengen terus. Terkadang tidak perasaan sama istrinya yang terus-terusan mengandung, menyusui dan mendidik. Entahlah pikiran manusia memang unik.

Kok omonganku ngelantur. Baru bahas diriku sendiri malah bahas yang lain. aku ini memang begini orangnya. Tidak bisa strukturis. Tidak bisa runtut dan sistematis. Padahal aku ini akademisi, orang akademis, anak kampus. Tapi kok aku tidak.

Eh, masalah pacaran tadi, kayak aku ini sudah jago saja. Kayak aku ini sudah katam saja. Kaya aku ini sudah profesional saja masalah pacaran-pacaran. Duh! Teman-temanku saja sudah susul-menyusul kepelaminan. Undangan silih berganti kadang tabrakan antara teman satu dengan yang lain. Dan lagi-lagi sekedar untuk nyumbang pun aku minta. Lagi-lagi minta. Minta lagi minta lagi. Ncen aku ki bocah koyok asu, ndlogog! Bukan-bukan, peradaban asu lebih tinggi dari ku. Anjing hanya minta saat lapar. Anjing hanya njegog saat merasa terancam dengan keadaan asing di sekitarnya. Aku?!!

Sebenarnya aku ini iri dengan teman-temanku. Mereka ada yang rela tidak melanjutkan kuliah. Mereka memilih merantau atau kerja di daerah karena sudah tidak ingin merepotkan orang tua. Mereka ingin membantu orang tua. Membalas kasih sayang orang tua sedari kecil. Membantu membiayai saudara-saudaranya sekolah. Mereka hebat sekali. Mereka sudah tidak lagi meminta-minta. Mereka sudah tidak lagi merengek kayak balita siswa paud. Mereka sudah berani kawin! (bersambung...)*

Bakso Khilafatullah



Setiap kali menerima uang dari orang yang membeli bakso darinya. Pak Patul mendistribusikan uang itu ke tiga tempat: sebagian ke laci gerobaknya, sebagian ke dompetnya, sisanya ke kaleng bekas tempat roti.

"Selalu begitu, Pak?", aku bertanya, sesudah beramai-ramai menikmati bakso beliau bersama anak-anak yang bermain di halaman rumahku sejak siang.

"Maksud Bapak?" ia ganti bertanya.

"Uangnya selalu disimpan di tiga tempat itu?"

Prokrastinasi Nulis Jangan Lagi!

Sudah lama tidak posting. Keenakan main twitter jadi susah on buat nulis. Tadi malam sempat liat-liat blog ini. Udah kayak kamar yang lama tidak dibersihkan. Debu dan sarang laba-laba di mana-mana. Banyak kecoa lagi main futsal, berlarian kesana kemari. Untuk itu, semalam aku mengganti tema blog ini. Biar fresh, nyari yang paling enteng dan simpel. Lebih penting biar muncul juga keinginan menulis lagi.
Up