Pembenaran atau Kebenaran?

sumber: google.com
Apa yang sedang terjadi di sekitarmu sebenarnya hanyalah fatamorgana belaka. Bahkan kamu sendiri adalah bagian fatamorgana itu.

Jangan tergesa-gesa mengambil kesimpulan dari apa yang kamu lihat, apa yang kamu dengar, apa yang kamu cecap di lidah, apa yang kamu cium, apa yang kamu sentuh dan apa yang kamu rasakan di dalam hati. Jangan terlalu yakin.

Lihat lah lagi apa itu kesimpulan. Apakah kesimpulan itu adalah yang telah final. Jangan-jangan kesimpulan justru membatasi dirimu untuk terus belajar, untuk terus membaca, untuk terus mengkaji. Jangan-jangan kesimpulan yang telah ada itu hanya akan kamu gunakan sebagai pembenaran atas yang kamu inginkan saja. Lalu pada suatu waktu kamu terkejut melihat kebenaran lain di luar kesimpulan yang kamu anggap sudah benar itu. Dan kamu marah!

Tidak perlu reaktif terhadap keadaan yang tidak sesuai dengan kebenaran menurut versi kamu. Bukankah seseorang itu semakin luas ilmunya semakin dia memiliki keluasan hati (kesabaran) pula. Tahanlah. Bernafaslah. Diamlah sejenak. Bukankah novel MOMO mengajarkan bahwa diam dapat menyelesaikan banyak masalah?

Jika kamu melihat ketidakbenaran. Berikan nasehat sesuai dengan kapasitasmu, tentang kesabaran dan kebenaran yang sudah mutlak. Dan bersabarlah. Jangan pernah menjadi hakim atas kehidupan orang lain sebelum kamu selesai menghakimi dirimu sendiri.

Bagaimana dengan 'bismillahirrahmanirrahim'-mu selama ini?
Bukankah itu berat, dengan membawa serta nama-Nya?
Seberapa mampukah wajahmu menampilkan sifat mulia al-rahmaan dan al-rahiim Nya?
Tidakkah kamu malu jika masih ada amarah dalam hatimu? Atau rasa benci atas ketidaksetujuan-ketidaksetujuan yang kamu rasakan dalam hati.
Bukankah berlaku lemah lembut dan tidak mudah marah lebih mempresentasikan sifat rahmaan dan rahiim Nya?

Dan apakah kamu merasa jiwamu telah suci sehingga kamu berhenti beristighfar?
Bukan kah ragamu terus berbuat kotor sehingga kamu wajib berwudlu setiap sebelum mendirikan shalat?

Marilah kita duduk-duduk bersila bersama. Menikmati secangkir kopi dalam gelapnya malam. Menghangatkan suasana dengan canda tawa. Mengingat kembali pesan kanjeng sunan kalijaga “aja rumangsa bisa, ananging bisa rumangsa”.

Up