SELAMAT MENIKAH SITI

Weekend Notes 3

Seremonial ala TNI
SEPANJANG tahun ini sudah silih berganti saya mendapat undangan pernikahan. Beberapa undangan saya hadiri. Beberapa yang lain tidak. Untuk yang tidak, saya mohon maaf sebesar-besarnya. Semoga sukses dalam membangun keluarga.

Sebagian besar yang sudah menikah adalah teman-teman perempuan. Baik teman masa kecil, teman SD, SMP, SMA maupun teman kuliah. Tapi ada juga teman laki-laki. Malah menikahnya dengan pacarnya sejak SMA –teman saya juga. Bahkan saya mendengar teman saya ini baru saja melahirkan anak pertama mereka. Alhamdulillah

Sabtu kemarin (28/12) saya menghadiri pernikahan teman semasa SMP. Seorang perempuan yang cantik, kulit putih bersih dan dari keluarga yang baik. Lulusan dari pendidikan kebidanan (D3). Suaminya juga bukan sembarangan. Seorang anggota TNI AL. Jarak usia di antara keduanya tidak terlampau jauh. Uniknya, keluarga keduanya masih memiliki hubungan kekerabatan. Benar-benar beruntung.

Pada resepsi kali ini saya tidak datang sendirian. Saya juga tidak datang bareng teman-teman SMP lainnya.  Tapi saya datang bareng seluruh keluarga. Keluarga besar saya!

Loh?

Memang dia ini teman SMP saya. Tapi kami masih memiliki jalur kekerabatan. Dari saya ke Bapak ke mBah Putri (Ibu-nya Bapak). Nah, teman SMP saya ini adalah cucu dari mbak-nya mBah putri saya. Semoga bisa dipahami.

Selamat menikah Siti! Atas pernikahannya semoga penuh berkah. Keberuntungan yang berlipat. Melewati pergantian tahun sudah dengan suami. Tentu suami yang masih “gres”. Kalau istilah sepeda motor, masih masa inreyen. Pasti indah. Beberapa hari setelah menikah ada perayaan pergantian tahun. Bulan madu yang sungguh spesial. Semoga langsung “jadi”.

Bisa jadi ini undangan pernikahan terakhir sebelum pergantian tahun. Yang saya perhatikan bukan siapa yang menikah. Apakah saudara atau teman saya. Tetapi usia saya baru 22 tahun. Berarti usia teman-teman saya itu semua yang menikah kurang lebih sama. Antara 20-24 tahun. Saya jadi berpikir. Apakah sekarang ini sedang tren menikah di usia yang semuda ini? Atau apakah di usia ini memang sudah waktunya menikah? Apakah sejak dulu sudah umum orang menikah pada usia ini? Apakah teman-teman yang memutuskan menikah ini sudah siap membangun keluarga? Tidak takutkah meraka? Kok rasanya anak muda sekarang “pada berani-berani”. Sudah matangkah secara sosial? Ekonomi? Secara biologis dan psikologis?

Atau saya saja yang belum berani menikah?! Bapak saya saja menikah usia 23 tahun. Sedang, adik Bapak paling kecil (Om saya) menikah usia 22 tahun. Nah!

Banyak sekali pertanyaan-pertanyaan yang berkelebat di pikiran saya. Tentu saya tidak harus menjawabnya. Tapi satu pertanyaan yang membuat saya bungkam. Pada resepsi pernikahan Siti kemarin, di saat akan mengambil posisi foto dengan pengantin. Tiba-tiba sambil nggeret baju saya, Siti nyeletuk,”Kowe kapan an nyusul?” #@$%#^&$*#@$%

SUJUD SYUKUR NUGROHO


Weekend Notes 2

BEBERAPA waktu lalu, 8 Desember, setelah wisuda, teman saya ini pamit pulang. Eh, kemarin -hari rabu malam- sudah tiba di solo lagi. Bawa sepatu futsal dari Jakarta!

Tentu, jauh-jauh dari Jakarta bukan untuk bermain futsal saja. Waktu wisuda lalu, ijazah S1-nya belum diberikan. Sekalian mengambil ijazah juga untuk syukuran atas kelulusan dan diterimanya di BRI.

Teman-teman kuliah tentu paham siapa Nugroho yang saya maksud. Memang, nama Nugroho di kampus ada beberapa orang. Satu, Nugroho yang alim, pintar dan terlihat pendiam. Kedua, Nugroho yang suka misuh kalau jaga gawang waktu main futsal. Ketiga, Nugroho yang paling fenomenal, aneh bin ajaib dan disconnecting. Keempat, Pak Nugroho yang pintar melucu, dan demen sekali kalau bimbingan sama cewek. Satu lagi, Nugroho paling keren sekampus, bos muda kita, itulah mas dosen tercintaaaah.

Tapi bukan semua Nugroho di atas yang saya maksud. Inilah Nugroho yang harus mengulang sidang skripsi. Bisa membayangkan kan? Sudah menyiapkan sedemikian rupa. Tinggal satu langkah lagi untuk berhak memasang gelar “S.Psi.” di belakang namanya tapi draft skripsinya ditolak. Harus pendadaran ulang! Bisa jadi, kalau bukan Nugroho yang ini, sudah mutung tidak mau meneruskan lagi. Bagaimana tidak, harus mencari lagi referensi buku dari perpustakaan satu ke perpustakaan yang lain. Penyebabnya sepele. Hanya masalah kutipan dan daftar pustaka. Tidak cukup mencari referensi sebanyak itu di perpustakaan kampus se-Surakarta. Saat pulang lebaran ke Jakarta pun dimanfaatkan untuk mencari ke perpustakaan di Jakarta seperti UI dan UNJ.

Padahal sebelumnya, saat revisi validasi Nugroho sudah mendapat tamparan keras dari dosen reviewer. Dia dinilai tidak menghargai dosen -juga menjabat sebagai Kaprodi. Dia hanya mengerjakan sedikit dari sekian coretan yang harus direvisi. Jadinya muncul kata-kata yang sangat menghentakkan hati. " Saya tidak mau menguji kamu lagi!" Dyaaaaar!!! Pada cover tertulis tebal, tinta merah, diberi garis bawah dan diakhiri tanda seru.

Tapi memang kalau orang sudah fokus. Memperbaiki hubungan dengan dosen reviewer tersebut bukan perkara yang sulit. Pelan tapi pasti hubungannya membaik. Skripsi dilanjutkan lagi.

Tidah heran jika harapannya langsung mendapatkan perkerjaan setelah lulus kuliah kesampaian. Saat jobfair berlangsung di UNS Solo, dia masukkan surat lamaran ke beberapa perusahaan peserta. Beberapa panggilan dan tes dia ikuti. Begitu bahagianya, beberapa hari setelah wisuda dia mendapatkan pengumuman diterima di BRI! Satu paket "suka cita" yang dia rasakan.

Karakternya yang ambisius tidak hanya bisa dilihat di kuliahnya. Apapun itu. Saat dia diorganisasi misalnya. Ingat saat menjadi panitia makrab. Ketua panitianya siapa yang banyak kerja siapa. Lihat juga saat dia main futsal. Dia tidak pernah berhenti berlari. Dari depan lari ke belakang. Dari belakang lari lagi ke depan. Hanya kehabisan nafas saja yang menghentikannya.

Itulah Nugroho. Satu-satunya cowok dari Jakarta teman satu angkatan saya. Cowok angkatan saya yang pertama lulus. Begitu ambisius. Apa yang dia kerjakan. Apa yang dia inginkan. Apa yang dia sukai. Dia selalu total mengerjakannya. Selain total dia juga fokus dan pantang menyerah. Tentu juga mengalami kemalasan, kegalauan, dan frustasi. Tapi itu manusiawi. Semua orang mengalaminya.

Akhir kata: Doa teman itu gratis. Tidak perlu traktiranmu untuk membayarnya! Good Luck Sob, every where every time :))

DAHLAN ISKAN TELADAN BARU KU

Weekend Notes 1

KERJA KERJA KERJA! Hampir semua orang tahu motto dari Dahlan Iskan ini. Motto itu bukan sekedar quote semangat. Di berbagai media sering kita melihat, cara bekerja Dahlan Iskan yang pejabat menteri itu. Dahlan Iskan adalah seorang workaholic akut. Dahlan Iskan adalah salah seorang paling cerdas yang pernah saya tahu di Negeri ini. Dahlan Iskan bisa menghasilkan keputusan besar dalam waktu yang sangat singkat. Kerjanya tidak mengenal tempat. Tidak melulu di balik meja dan kursi empuk. Dahlan Iskan bisa rapat di mana saja. Tidur di mana saja, apa adanya bisa nyenyak. Baju ciri khas beliau juga biasa saja: kemeja putih, celana hitam, dan sepatu kets. Cerminan tokoh yang merakyat!

Mungkin waktu 24 jam bagi beliau tidak cukup. Dalam sehari, beliau bisa keliling 3 benua atau bisa keliling pulau-pulau di berbagai daerah di Indonesia. Beliau bisa menyelesaikan 5 pekerjaan 3 jam sebelum jam kerja. Pernah suatu waktu, sebelum pergi senam, pukul 5 pagi, Dahlan Iskan datang ke kantor kementrian BUMN. Di sana ternyata sudah ada beberapa orang penting yang mengantri ingin bertemu. Beliau melakukan rapat yang menghasilkan keputusan besar tidak lebih dari 5 menit!

Tidak heran jika beliau sangat tidak suka dengan sistem birokrasi di Indonesia. Kata beliau,"Rapatnya banyak sekali dan lama-lama". Dan yang paling membuat beliau heran, rapat yang banyak dan lama itu sering kali tidak menghasilkan keputusan apa-apa.

Dahlan Iskan bukan orang yang ambisius. Beliau berujar, "Hidup ini mengalir seperti air saja, tapi kalau bisa yang deras".

Beliau juga pernah bilang,"Saya dari kecil tidak punya cita-cita. Kemiskinan yang saya alami waktu kecil, tidak memungkinkan saya berpikir tentang cita-cita."

Saya heran, orang yang dari kecil tidak punya cita-cita bisa menjadi pemilik jawa pos yang kini merajai koran nasional. Lalu setelah sembuh dari sakit, oleh pak SBY beliau diangkat menjadi Dirut PLN. Atas prestasinya, belum genap 2 tahun, pak SBY memintanya menjadi menteri BUMN. Ini bukti bahwa motto kerja, kerja, kerja pak Dahlan Iskan bukan omong kosong. Integritasnya tinggi. Totalitas. Loyalitas dalam bekerja. Dan sangat militan!

Semangat yang ditularkan pak Dahlan Iskan bukan seperti teori para motivator. Dahlan Iskan adalah orang yang tidak suka ribet, berbelit-belit, ceremonial, dan pidato. Dahlan Iskan menyebarkan virus semangat dengan tindakan nyata. Bukan buatan!

Tidak masuk akal jika ada orang yang mengira, kerja keras tingkat tinggi itu, yang dilakukan setiap hari, selama puluhan tahun, dikatakan sebagai pencitraan. Orang yang berpikiran buruk belum tentu sudah bekerja keras dan punya prestasi.

Kerja Kerja Kerja-nya adalah kebiasaan. Bukan kata-kata mutiara. Saya harus membangunkan diri saya ini. Menghapuskan rasa malas yang masih sering tiba-tiba hinggap!

Dahlan Iskan adalah orang yang saya tunggu selama ini. Saya sempat kehilangan tokoh hidup untuk menjadi teladan. Dan kini tokoh itu sudah datang. Saya harus mengajinya. Mengkajinya. Saya akan mengamalkan! Kemudian ikut menyebarkan virus optimisme-nya :)

SENYUM TULUS MARKETING PARA DIRUT

Manufacturing Hope 104

“Senyum saya sudah betul, Pak?” tanya seorang direktur utama BUMN kepada saya melalui SMS. Dirut tersebut prestasinya luar biasa hebat. Tapi, senyumnya juga luar biasa pelit.

Setiap kali bertemu sang Dirut saya memang terus mempersoalkan wajahnya yang selalu tegang. Dan kaku. Dan cemberut.

“Anda itu Dirut yang hebat,” kata saya. “Kalau bisa sering tersenyum, Anda akan lebih hebat,” tambah saya.

Beberapa minggu kemudian, ketika sang Dirut belum juga bisa tersenyum, saya berikan pengertian mengapa harus tersenyum. “Anda itu harus menjadi seorang marketer. Bahkan, harus menjadi marketer terbaik di BUMN Anda. Bagaimana seorang marketer wajahnya terlihat tegang terus?” kata saya.

Saya tidak dalam posisi memarahi dia. Saya menempatkan diri bukan sebagai menteri. Saya ajak dia bicara lebih seperti kakak kepada adik. Sebelum bicara itu pun saya lebih dulu bertanya kepada dia: bolehkah saya bicara mengenai hal yang sangat pribadi? Dia bilang: boleh.

Jadilah saya bicarakan hal wajah dan senyum itu kepadanya. Sayang sekali, seorang CEO yang kerja dan prestasinya luar biasa, tapi lebih banyak kelihatan cemberut. Tekanan pekerjaan yang berat dan menumpuk mungkin membuatnya tegang.

Pun waktu yang dia habiskan di lapangan memang panjang. Siang menemukan persoalan, malam menemukan kerumitan. Orang luar selalu menekannya, orang dalam menjengkelkannya.

Mungkin juga bukan karena semua itu. Mungkin juga karena latar belakang pekerjaan lamanya di dunia keuangan. Itu membuatnya “selalu bersikap keuangan”. Banyak kata, orang yang hidup lama di “sikap keuangan” sulit berubah menjadi “bersikap marketing”. Entahlah.

Tapi , saya percaya orang bisa berubah. Yang jelas, seorang CEO akan tidak sempurna ke-CEO-annya kalau tidak bisa tersenyum, tidak bisa mengajar, mendidik, dan tidak bisa jadi orang marketing.

Maka, sang Dirut berjanji untuk berubah. Menyempurnakan prestasinya dengan meramahkan wajahnya.

Suatu saat saya kaget. Dia mengirim BBM kepada saya. Disertai foto wajah yang lagi tersenyum. “Senyum saya yang seperti ini sudah tepat, Pak?” tanyanya.

“Belum!” jawab saya. “Kurang tulus,” tambah saya.
“Wah, sulit ya?” tanyanya lagi.
“Tidak!” jawab saya. “Coba terus!”
“Sudah 70 persen! Bagus! Anda maju sekali!” jawab saya. Saya kagum akan kesungguhannya tersenyum.

Minggu berikutnya dia kirim foto lagi yang juga tersenyum. “Sudah bagus, Pak?” tanyanya.

Minggu-minggu berikutnya dia terus mengirimkan foto wajahnya yang lagi tersenyum. 75 persen. 80 persen. 90 persen. Akhirnya 100 persen! Senyum terakhirnya, enam bulan setelah usaha yang keras, sangat sempurna, natural, dan tulus.

Senyum itu lantas saya pilih untuk cover buku yang diterbitkan untuk ulang tahun perusahaannya. Buku yang sangat bagus mengenai prestasinya yang hebat dalam mentransformasikan BUMN yang dia pimpin. Buku itu kini sudah tiga kali cetak ulang dan jadi best seller. Tentu senyum tulusnya di cover ikut memberi andil.

Itulah buku yang bercerita: bagaimana sang Dirut mampu melakukan transformasi perusahaan yang luar biasa hebatnya. Bahkan, lebih hebat daripada yang dilakukan menteri BUMN.

“Pasien” saya yang seperti itu tidak hanya satu. Tidak dua. Tidak tiga. Banyak! Satu per satu saya ajak bicara. Bukan hanya perusahaannya yang harus bertransformasi, tapi juga penampilan pribadi Dirutnya. Saya gembira mereka yang prestasinya hebat-hebat itu juga berani menyempurnakan dirinya.

Saya juga berterima kasih kepada owner MarkPlus, Pak Hermawan Kartajaya, yang ikut mengubah BUMN-BUMN kita. Terutama dari sisi marketing. BUMN Marketeers Club yang rutin bertemu dari satu BUMN ke BUMN lain, mendapat sambutan antusias dari teman-teman direksi BUMN. Begitu juga BUMN Marketing Award yang juga digagas Pak Hermawan.

Saya sempat menghadiri beberapa pertemuan forum marketing itu. Termasuk untuk menyosialisasikan keinginan saya bahwa seorang CEO/Dirut di BUMN harus juga menjadi orang terbaik untuk urusan marketing di BUMN masing-masing.

Saya juga bangga bahwa setiap kali MarkPlus menyelenggarakan acara tahunan yang amat bergengsi, Marketeer of the Year, para CEO BUMN tampil di jajaran pemenang. Mengalahkan sektor swasta. Bahkan, hampir selalu terpilih menjadi yang terbaik, menjadi Marketeer of The Year. Seperti yang diraih Emirsyah Satar, CEO Garuda; Sofyan Basyir, CEO BRI, dan saya sendiri waktu menjabat CEO PLN.

Tentu bukan hanya senyum yang harus bertransformasi. Cara para CEO berpidato pun harus berubah. Harus menjauhkan kebiasaan lama berpidato dengan membaca teks yang formal, kaku, dan hierarkis.

Untuk urusan ini saya juga melihat kemajuan yang sangat besar. Saya mencatat beberapa CEO sudah mampu tampil dengan pidato yang memikat. Bahkan, beberapa di antaranya sudah seperti CEO multinational corporation.

Pidato Dirut Bank Mandiri, Dirut Telkom, Dirut BRI, Dirut BNI, Dirut RNI, dan Dirut Pelindo I Medan sudah sangat cair, dan “lebih marketing”. Sudah berubah total dan dengan penuh percaya diri bisa mengemukakan kiprah dan masa depan perusahaan dengan gamblang.

Tentu saya tidak akan melarang pidato pakai teks. Dalam beberapa kesempatan malah seharusnya pakai teks. Tapi, saya belum puas dengan penampilan beberapa CEO yang ketika di podium masih seperti kurang menguasai persoalan. Saya akan sabar mengikuti perubahan-perubahan itu.

Mengapa saya merasa perlu untuk menekankan semua itu? Sebab, CEO di samping seorang marketer nomor satu di perusahaannya, dia juga manajer personalia terbaik di korporasinya. Kalau seorang CEO tidak terlatih dalam mengemukakan ide, hope, dan programnya, dia tidak akan bisa meyakinkan anak buahnya.

Siapakah sang CEO yang selalu kirim foto wajahnya yang sudah tersenyum itu? Dialah Dirut PT KAI, Ignasius Jonan. (*)

Dahlan Iskan
Menteri BUMN

sumber: dahlanis.net

TIDAK INGIN FRUSTASI KARENA "BELEK"

SUDAH hampir satu minggu, yang awalnya, mataku hanya terasa mengganjal, kemudian menjadi memerah. Sampai catatan ini aku tulis, mata ku masih mbrebes mili, sedikit bengkak dibagian kelopak mata bagian bawah. Kalo melihat di kaca, terlihat sipit sebelah. Mirip boy band korea walau hanya bagian mata. Sebelah pula. Malah, Dosen pembimbingku mengira aku ini habis jotosan. Walah

Setelah ibuku sembuh lalu Bapak yang mengalami mata belekan. Jadi kini sekeluarga tidak hanya aku saja yang belekan. Hampir sekeluarga, karena adik bungsuku yang masih usia 4 tahun juga ikut ketularan. Hanya adik perempuanku saja yang tidak. Karena dia sekarang kuliah dan kos di jogja.

Sebenarnya mata belekan yang aku alami sama sekali tidak mengganggu aktivitasku. Aku pun tidak malu keluar rumah dengan mata merah. Hanya saja, virus mata belekan sangat mudah menular. Karenanya aku mengurangi kegiatan di luar rumah. Begitu pun hobi futsal yang sangat aku suka harus aku korbankan.

Tapi aku tidak menyesali. Justru banyak hikmah yang aku dapatkan. Tuhan memang benar-benar sedang baik kepadaku. Air mata yang mbrebes membuatku  merenung, ternyata aku senang sekali senda gurau. Sering juga berlebihan. Aku sering ngoceh tidak jelas dan sia-sia.  Aku banyak melakukan kegiatan yang tidak bermanfaat. Aku keseringan memanjakan diri.

Tuhan kali ini benar-benar ingib mengingatkanku. Aku diminta Nya untuk berhenti sejenak. Aku diminta untuk melihat dan mengingat Nya. Bukan dengan mata ku yang sedang belekan ini. Tapi ke-maha cerdas-an Nya lah dipilih mataku sebagai simbol agar aku melihat Nya dengan qalbu.

Hati ku diajak Nya agar diisi dengan kembali mengingat Nya.
Hatiku diajak agar aku kembali peka dengan keadaan dan kemanusiaan.

Bradburn (1969) The Structure of Psychological Well Being

The Structure of Psychological Well-Being By N. M. Bradburn. (Pp. 318; illustrated; price not stated.) Aldine: Chicago, 1969.

Sesat Itu Tidak Gampang

Oleh: Akhmad Sahal
Ketua Pengurus Cabang Istimewa NU (PCINU) Amerika-Kanada

Ada satu hadits bernada murung yang cukup populer di kalangan kaum muslim: “umatku kelak akan terpecah-pecah ke dalam 73 golongan yang berbeda-beda, dan hanya satu dari mereka yang selamat.” Ramalan Nabi dalam hadits tersebut terasa murung bukan hanya karena perpecahan umat ke dalam beragam aliran digambarkan sebagai sesuatu yang tak terelakkan, melainkan juga karena sebagian besar dari mereka oleh hadits tersebut divonis sesat dan bakal masuk neraka. Hanya satu kelompok saja yang Islamnya benar dan layak masuk surga.

Dalam hadits di atas, Nabi tidak menegaskan secara eksplisit siapa satu kelompok yang selamat (firqah najiyah) itu. Ini pada gilirannya membuka peluang bagi golongan Islam tertentu untuk mengklaim sebagai satu-satunya kelompok yang selamat. Kosekuensi logisnya, mereka menganggap sesat semua kelompok Islam lain. Ini terutama terjadi dalam ranah teologi Islam, di mana aliran-aliran yang saling bertikai kerap melempar tuduhan kafir satu sama lain.

Yang paling terkenal adalah sekte khawarij yang mengaku sebagai para pembela Islam yang hendak menegakkan kedaulatan hukum Allah (dengan slogannya la hukma illa lillah-tidak ada hukum kecuali hukum Allah), tapi ujungn-ujungnya mengkafirkan kubu Ali bin Abu Thalib maupun kubu Mu'awiyah bin Abu Sufyan yang terlibat dalam Perang Shiffin, yang bberarti mengkafirkan mayoritas sahabat Nabi. Di mata kaum khawarij, kedua kubu tesrebut telah keluar dari Islam karena menempuh arbitrase demi mengakhiri perang saudara di antara mereka. Dan arbitrase (tahkim) semacam ini dianggap identik dengan berhukum berdasar aturan manusia, bukan aturan Allah, suatu bentuk kekufuran di mata kaum khawarij. 

Di masa sekarang, kaum Wahhabi tak segan-segan menuduh muslim lain yang tidak mengikuti ajaran tauhid mereka sebagai telah jatuh dalam kemusyrikan. Di negeri kita, Abu Bakar Baashir mengkafirkan SBY dan pemerintahannya karena tidak menerapkan syari’ah.

Singkat kata, ramalan Nabi dalam hadits di atas secara selintas justru terkesan menjadi dalil pembenar bagi intoleransi antar sesama muslim dan eksklusivisme di kalangan umat. Tapi apa betul kesan selintas ini?

Kalau yang kita tanya Imam al-Ghazali, barangkali ia akan dengan tegas menjawab tidak betul. Dalam traktat tipisnya, Faysal al Tafriqah baina al-Muslim wa al-Zandaqoh, Al-Ghazali membantah kesimpulan bahwa hadits ramalan di atas menyuburkan intoleransi dan eksklusivisme dalam berislam dengan sejumlah alasan:

Pertama, hadits tersebut memang menyebutkan hanya satu kelompok Islam yang selamat, tapi yang dimaksud di sini adalah satu golongan yang langsung masuk surga secara ekspres, tanpa hambatan. Sedangkan kelompok-kelompok muslim lain mungkin perlu melewati fase “pencucian” dulu di neraka, tapi setelah itu bakal masuk surga juga. Dengan kata lain, mayoritas golongan dan sekte dalam Islam pada akhirnya akan terselamatkan semua di akhirat. Alasan kedua, hadits di atas bukanlah satu-satunya versi yang ada. Al-Ghazali mengutip versi lain yang justru bertolak belakang dengan hadits yang pertama. Bunyinya begini: “umatku akan terpecah-pecah ke dalam 73 golongan, semuanya selamat kecuali satu kelompok.”

Al-Ghazali selanjutnya berargumen bahwa pilar fundamental dalam keimanan sesungguhnya hanya tiga: iman kepada keesaan Allah, kepada Muhammad sebagai Rasulullah, dan kepada datangnya hari kiamat. Baginya, seseorang baru bisa disebut kafir kalau tidak percaya kepada ketiga hal pokok tersebut. Sedangkan di luar wilayah fundamental tersebut adalah soal-soal sekunder, sekadar cabang-cabang agama (furu’), yang apabila seorang muslim menyangkalnya sekalipun tidak menjadikannya kafir.

Al-Ghazali di sini sebenarnya hendak mengatakan bahwa hampir semua pertikaian pendapat dalam soal-soal teologi antara kaum mu’tazilah yang rasionalis versus ahlul hadits yang tesktualis, atau antara kaum Sunni dan Syi’ah, adalah pertikaian soal-soal sekunder yang masih dalam koridor keIslaman. Dengan kata lain, pertikaian pendapat tersebut tidak menjadikan mereka sesat. Kalau dalam soal teologi saja begitu jembar ranah toleransinya, apalagi dalam soal syari’ah dan fiqh.

Pandangan Al-Ghazali ini menarik karena ia membalikkan nada murung ramalan Nabi dalam hadits di atas menjadi lebih rileks dan cerah. Keragaman aliran Islam diterima sebagai rahmat, bukan kutukan. Selama mereka masih percaya pada tiga pilar iman di atas, maka silang pendapat di antara mereka tidak akan menjerumuskannya ke dalam kekafiran.

Spirit toleransi yang disuarakan Al-Ghazali ini tampaknya diamini dan bahkan diperluas oleh Muhammad Abduh. Abduh menulis dalam kitabnya Al-Islam wa al-Nashraniyyah: “apabila seorang muslim menyatakan satu pendapat yang kalau dilihat dari seratus sisi tampak kufur, tapi ada satu sisi saja yang terlihat masih dalam iman, maka orang tersebut tidak bisa dicap sebagai kafir.”

Jadi ternyata, dalam soal-soal keislaman, menjadi sesat itu tidak gampang.

*) Dimuat di Koran TEMPO, 3/8/2011

Di dunia ini ternyata ada empat hal yang tidak bisa diduga: lahir, kawin, meninggal, dan … Gus Dur!


kickdahlan.wordpress.com

Oleh : Dahlan Iskan

“Kok sampeyan yang tersinggung. Mestinya kan taman kanak-kanaknya!,”

Guyonan itu, rupanya, tidak berlebihan. Meski sudah banyak yang meramalkan bahwa penampilan Gus Dur di depan DPR Kamis lalu bakal ramai, toh tidak ada yang menyangka bahwa sampai seramai itu. Kalau bukan kiai, mana berani menjadikan pidato Ketua DPR Akbar Tandjung sebagai sasaran humor? Akbar sejak dulu memang selalu memulai pidato dengan memanjatkan syukur. Maka, Gus Dur pun melucu, yang membuat semua anggota DPR tertawa: syukur memang perlu dipanjatkan karena Syukur tidak bisa memanjat

Begitu menariknya, karuan saja pidato presiden kini banyak ditunggu penonton televisi. Padahal, dulu-dulu kalau presiden pidato di TV banyak yang mematikan TV-nya. Begitu tidak menariknya pidato presiden di masa Orde Baru sampai-sampai pernah para anggota DPRD diwajibkan mendengarkannya. Itu pun harus diawasi agar mereka sungguh-sungguh seperti mendengarkan. Untuk itu, perlu diadakan sidang pleno DPRD dengan acara khusus nonton televisi.

***

Mungkin Gus Dur tidak menyangka bahwa suatu saat dirinya jadi presiden. Maka, di masa lalu banyak sekali presiden di dunia ini yang jadi sasaran humornya. Misalnya saat tampil bersama humorolog Jaya Suprana di TPI tahun lalu. Gus Dur menceritakan, Hosni Mubarak, presiden Mesir, sangat marah karena seorang rakyatnya membuat 39 humor yang menyakitkan hati Mubarak.

“Saya ini presiden, saya bisa hukum kamu, apakah kamu tidak takut?” bentak Mubarak. Apa jawab si pembuat humor? “Mohon ampun paduka. Humor ke-40 itu bukan kami yang membuat!”

Saat itu Gus Dur juga menghumorkan Pak Harto yang sangat ditakuti, tapi sebenarnya juga dibenci rakyat banyak. Suatu kali Pak Harto terhanyut di sungai dan hampir meninggal. Seorang petani menolongnya dengan ikhlas. Si petani tidak tahu siapa sebenarnya yang dia tolong itu. “Saya ini presiden. Presiden Soeharto. Kamu telah menyelamatkan saya. Imbalan apa yang kamu minta?” kata Soeharto. “Pak, saya hanya minta satu,” jawab si petani. “Jangan beri tahu siapa pun bahwa saya yang menolong Bapak.” Presiden Habibie yang doyan bicara itu juga dijadikan sasaran humor Gus Dur. Suatu saat Gus Dur yang terkenal gampang tertidur (tapi selalu bisa mengikuti apa yang dibicarakan orang selama dia tidur) menghadap Habibie. Sang presiden bicara ke sana kemari tidak henti-hentinya. Apa komentar Gus Dur? “Saya sih cuek saja. Biar dia bicara terus. Toh saya tidur,” katanya.

***
Sikap cuek memang ciri khas Gus Dur. Namun bukan berarti mengabaikan. Dia memang ngotot tetap keliling negara-negara ASEAN meski banyak tokoh memintanya pulang (karena Aceh gawat). Bahkan, dia juga tetap ke AS dan Jepang. Dan, sebentar lagi ke negara-negara Timur Tengah.

Apakah Gus Dur cuek sungguhan? Saya kira tidak. Gus Dur tentu tahu bahwa salah satu syarat berdirinya sebuah negara adalah adanya pengakuan negara lain. Sepanjang tidak ada negara lain yang mengakui, maka berdirinya sebuah negara dianggap tidak sah. Nah, Gus Dur bisa sekalian keliling ke negara-negara itu untuk merayu mereka agar jangan memberikan pengakuan dulu kepada Aceh atau bagian mana pun dari Indonesia. Kalau seluruh negara ASEAN tidak memberikan pengakuan, kalau AS dan Jepang tidak memberikan pengakuan, kalau negara-negara Timteng bersikap sama dan demikian juga negara-negara lain, maka kemerdekaan Aceh belum akan terjadi. Ini berarti Gus Dur masih punya waktu untuk negosiasi dengan Aceh. Selama kurun waktu yang pendek itu, Gus Dur bisa menuntaskan seluruh persoalan yang selama ini menyebabkan rakyat Aceh marah. Ini berbeda dengan soal Timtim yang memang tidak diakui dunia internasional sebagai bagian Indonesia.

***

Gus Dur memang kelihatan cuek, namun sebenarnya serius. Gus Dur juga kelihatan sering mbanyol, namun juga serius. Sikap cuek itu bukan saja tertuju kepada orang lain, tetapi juga kepada dirinya sendiri.

Suatu saat saya menjenguk Gus Dur yang diopname karena stroke di RSCM Jakarta. Saat itu saya memang presiden direktur PT Nusumma dan Gus Dur presiden komisarisnya. Saya lihat Gus Dur berbaring miring karena memang belum boleh duduk. Setelah menyalaminya, saya mengucapkan permintaan maaf karena baru hari itu bisa menjenguk. “Saya sakit gigi berat, Gus,” ujar saya.

Tanpa saya duga, Gus Dur ternyata men-cuekin keadaan kesehatannya. Dia langsung memberi saya teka-teki yang ternyata humor segar. “Sampeyan tahu nggak, apa yang menyebabkan sakit gigi?” tanyanya. “Tidak, Gus,” jawab saya.

“Penyebab sakit gigi itu sama dengan penyebab orang hamil dan sama juga dengan penyebab mengapa rumput sempat tumbuh tinggi,” katanya. Saya masih melongo. Gus Dur menjawab sendiri teka-tekinya. “Yaitu sama-sama terlambat dicabut,” ujarnya. Saya langsung tertawa.

Di saat yang lain pesawat yang akan ditumpangi Gus Dur ke Semarang batal berangkat. Padahal, dia sudah lama menunggu. Gus Dur biasa sekali antre tiket sendiri. Meski ada hambatan pada penglihatan, Gus Dur sudah sangat hafal liku-liku bandara. Saking seringnya bepergian.
Saat itu di Jateng lagi getol-getolnya kuningisasi. Apa saja, mulai bangunan sampai pohon-pohon, dicat kuning atas instruksi Gubernur Jateng Suwardi. Maksudnya agar rakyat semakin mencintai Golkar. Maka, ketika para penumpang lain marah-marah, Gus Dur cuek saja.

“Sampeyan tahu nggak mengapa pesawat ini batal berangkat ke Semarang?” tanyanya. Lalu, dia menjawab sendiri pertanyaannya: “Pilotnya takut, kalau-kalau begitu pesawatnya mendarat langsung dicat kuning,” katanya.
Humor ini kemudian menjadi sangat populer.

***
Begitulah. Hampir tidak pernah pertemuan saya dengan Gus Dur tanpa diselipi humor. Sasaran humornya bisa dirinya sendiri, bisa NU yang dia pimpin, bisa juga para kiai sendiri.

Pernah Gus Dur punya humor begini: seorang kiai datang mengeluh kepadanya karena satu di antara empat anaknya masuk Kristen. Sang kiai mengeluh, kurang berbuat apa sampai terjadi demikian. Padahal, dia tidak kurang-kurangnya berdoa kepada Tuhan agar tidak ada anaknya yang masuk Kristen. “Sampeyan jangan mengeluh kepada Tuhan. Nanti Tuhan akan bilang, saya saja punya anak satu-satunya masuk Kristen!”

***

Kita memang sedang melihat sosok presiden yang amat berbeda. Ketika dia salah ucap di depan DPR dengan mengatakan “tentang pembubaran DPR … eh, Deppen dan Depsos…” dengan entengnya Gus Dur menertawakan dirinya sendiri sebagai penutup kesalahan ucap itu. “Yah, beginilah kalau presidennya batuk dan Wapresnya flu!”

Sama juga ketika dia tampil di forum internasional di Bali. Dengan entengnya, Gus Dur mengejek dirinya sendiri dengan bahasa Inggris yang sangat baik bagaimana sebuah negara yang presidennya buta dan Wapresnya bisu.

***

Dari semua tokoh yang berkomentar terhadap laku Gus Dur seperti itu, adik kandungnyalah yang bisa memberikan gambaran tepat. “Gus Dur itu seperti sopir yang kalau belok tidak memberi richting dan kalau ngerem selalu mendadak,” ujar Salahuddin Wahid, sang adik.

Tapi, bisakah Gus Dur mengerem Aceh? Gus Dur tentu sudah mendengar Aceh itu ibarat kelapa. Seperti yang disampaikan seorang tokoh Aceh di TV. Rakyat adalah airnya, ulama adalah dagingnya, mahasiswa adalah batoknya, dan GAM adalah sabutnya.

Tokoh tersebut berpendapat ulamalah yang harus dijaga. Sebagai ulama, tentu Gus Dur lebih tahu bagaimana caranya. Gus Dur punya humor bagaimana harus merangkul ulama. Suatu saat rombongan ulama naik bus. Ada seorang ulama yang membuka jendela sehingga tangan si ulama keluar dari bus. Ini tentu bahaya dan melanggar peraturan “dilarang mengeluarkan anggota badan”. “Jangan sekali-kali menegurnya dengan alasan membahayakan tangan si ulama,” ujar Gus Dur. Lalu bagaimana? “Bilang saja begini: Mohon tangan Bapak jangan keluar dari jendela karena tiang-tiang listriknya nanti bisa bengkok!”.

***

Lalu, bagaimana sebaiknya sikap DPR setelah dijadikan sasaran humor Gus Dur sebagai taman kanak-kanak itu? Sebaiknya dicuekin saja. Kalau DPR ribut terus bisa-bisa Gus Dur malah dapat bahan humor baru. Misalnya dengan mengatakan bahwa DPR ternyata malah seperti play group! Bahkan, tidak mustahil kalau Gus Dur justru berkata begini: Kok sampeyan yang tersinggung. Mestinya kan taman kanak-kanaknya!

30 Menit Kajian, Baru Sampai Mukadimah

Catatan Kajian 1

Oleh : Habib Muhammad bin Husein al-Habsyi

Tema: Kitab Ar Risalatul Jami'ah wat Tadzkirotun Nafi'ah karya Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi (terjemahan)


Sore ini (8/10) saya mengikuti kajian di Masjid Nurul Huda, UNS. Kajian Rutin Ar-Raudhah Kampus. Kajian ini diadakan setiap hari selasa pukul 16.00 wib pada minggu ke-2 dan minggu ke-4. Kajian kali ini merupakan kajian pertama setelah lebaran. Awalnya kajian dipimpin langsung oleh Habib Novel al-Alaydrus, tapi karena kesibukan beliau maka sekarang dipimpin oleh Habib Muhammad bin Husein al-Habsyi.

Kajian kali ini membahas mengenai kitab Ar-Risalatul Jami'ah wat Tadzkirotun Nafi'ah karya Habib Ahmad bin Zein al-Habsyi. Beberapa testimoni mengenai kitab ini, antara lain:
"Kitab ini kecil, tapi kalau mau jadi ulama yang besar harus bisa menguasai kitab ini dulu, kalau gak bisa menguasai kitab ini jangan mimpi jadi ulama besar. Justru kitab kecil ini yang ngarang ulama besar." (Habib Novel bin Muhammad Al-'aydrus (Pimp. Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-raudhah)
"Ar Risalatul Jami'ah yang menghimpun Ushuludin, Fiqih dan Tasawuf karya Sayid Ahmad bin Zein al-Habsyi. Beberapa sahabat memintaku untuk menuliskan syarh-nya, maka aku pun memenuhi keinginan mereka." (Imam Nawawi al-Banteni)
Kajian ini akan menyelesaikan pembahasan mengenai kitab karya Ahmad bin Zein al-Habsyi tersebut sebelum ganti ke pembahasan yang lain. Begitu seterusnya. Kitab ini sudah bentuk terjemahan. Diterbitkan ulang oleh Pustaka Zawiyah. Panitia sudah menyiapkan kitab ini untuk mempermudah dalam menyimak kajian. Lalu jika kami berminat, kami hanya perlu mengganti uang 5 ribu rupiah. Setiap orang yang mengikuti kajian diharapkan selalu membawa kitab tersebut. Karena kami merasa perlu memiliki kitab tersebut maka sebagian besar kami membelinya.

Kajian akan dilaksanakan dengan durasi waktu maksimal 30 menit. Dengan pertimbangan agar peserta tidak cepat bosan. Agar kajian dapat diserap dengan efektif. Dan mempertimbangkan juga waktunya dekat dengan maghrib.

Pada kesempatan perdana ini, kami hanya sempat mengkaji sampai bagian Mukadimah (pendahuluan). Mukadimah diawali dengan bacaan basmallah. Di dalam bacaan basmallah terkandung dua asmaul husna, yaitu ar Rahman (Maha Pengasih) dan ar Rahim (Maha Penyayang). Allah Swt memilih dua asmaul husna ini di antara 1000 asmaul husna yang lain (300 di Injil, 300 di Taurat, 300 di Zabur, 99 di al Quran, dan 1 lagi tapi Habib Muhammad lupa di kitab apa). Artinya bahwa rahmat Allah sangat banyak. Allah memberikan kenikmatan-kenikmatan dan kenikmatan-kenikmatan lagi kepada siapapun yang dikehendaki-Nya. Allah Swt baru marah apabila seseorang yang berbuat dosa lalu diberikan kenikmatan lagi dan lagi agar sadar tapi ia masih terus berbuat dosa.

Lalu dilanjutkan dengan kalimat: Segala puji bagi Allah, Tuhan alam semesta. Pujian yang menyamai nikmat-nikmat-Nya dan mencukupi tambahan-Nya. Habib Muhammad bin Husein menjelaskan bahwa nikmat Allah sangat luas. Nikmat Allah terbagi menjadi nikmat umum dan nikmat khusus. Nikmat umum bagi siapa pun. Nikmat khusus hanya kepada orang-orang yang beriman.

Lalu kalimat selanjutnya: Dan semoga Allah selalu melimpahkan shalawat dan salam kepada Sayidina Muhammad beserta keluarga dan para sahabatnya. Habib Muhammad bin Husein menjelaskan bahwa ada ulama-ulama yang memiliki beberapa pendapat mengenai kewajiban shalawat Nabi Saw. Ada yang berpendapat shalawat hanya perlu dilakukan minimal sekali seumur hidup. Ada juga yang berpendapat shalawat wajib dilakukan setiap hari. Sebenarnya shalawat sudah kita baca setiap hari, minimal ketika kita shalat di awal saat duduk takhiyat. Ada pun shalawat sangat dianjurkan, salah satunya karena ada dalil di dalam al Qurnan ini:
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.“ (Q.S. al-Ahzab:56)
Kita sebagai umat Muhammad Saw harus merasa beruntung. Kita menjadi umat dari Nabi yang paling mulia. Nabi akhir zaman. Kita menjadi umat yang akan lebih dulu dihisab sebelum umat yang lain. Oleh karena itu kita harus sering bershalawat. Kita harus malu, karena Allah dan malaikat-malaikat-Nya saja selalu bershalawat.

Sebenarnya banyak sekali dalil yang menganjurkan kita untuk bershalawat. Habib Muhammad bin Husein al-Habsyi bahkan menganjurkan bahwa kita minimal mengucapkan shalawat 1000 kali sehari, karena Nabi Muhammad Saw pernah bersabda bahwa orang yang ingin tidak merasakan antrian pada saat nanti di akhirat adalah orang yang mau bershalawat kepada ku (Nabi Saw) sebanyak 1000 kali sehari. Kurang lebih hadits-nya seperti itu. Cara agar bisa bershalawat 1000 kali sehari sebenarnya mudah. Kami bisa bershalawat saat perjalanan. Lebih mudah agar selalu ingat, kami agar membawa tasbih.

Setelah selesai membahas shalawat ini kajian sudah lewat dari 30 menit. Kajian kali ini dicukupkan. Dan Habib Muhammad menutup dengan diskusi.

Setelah kajian ini selesai saya tidak langsung pulang. Karena waktu maghrib sebentar lagi, maka saya memutuskan sekalian maghrib di NH saja.

Wallahualam

Catatan lain kajian hari ini:
  1. Pada kitab ar-Risalah yang akan kami bahas berisi mengenai bab Aqidah, bab Ibadah dan bab Tasawuf/akhlak.
  2. Pada bagian aqidah, kami jangan sampai menjadi orang yang suka mengkafirkan dan mensyirikkan orang sesama muslim. Jangan sampai seperti orang Khawarij yang merasa paling benar dan suka mengkafirkan sesama muslim. Sekarang ini, orang khawarij sudah tidak ada tapi yang mirip-mirip ada. Makanya kami harus banyak belajar lagi.
  3. Pada bab ibadah nanti kami akan dijelaskan secara mendalam mengenai ibadah. Karena ternyata cara ibadah orang sekarang masih banyak yang keliru. Misal khatib jumat masih banyak yang belum tahu syarat mengenai khotbah. Harus ada alhamdulillah, shalawat, baca surat al Quran di salah satu khotbah, mendoakan jama'ah dan mengajarkan akhlak.
  4. Pada bab akhlak, kami akan dijelaskan mengenai menjadi muslim yang baik. Menjaga hati dan tubuh dari maksiat. Bahwa ciri khas muslim adalah akhlaknya yang rahmatan lil alamin.
  5. Semoga kami bisa rutin mengikuti kajian ini. Ibadah yang dilakukan rutin walaupun sedikit (sebentar) lebih baik daripada ibadah yang dilakukan hanya sesekali yang banyak (lama).
Alhamdulillah, tidak sabar mengikuti kajian selanjutnya. Semoga saya bisa istiqomah. amin (*) (jh)

Malam ke-29 di 400 Meter Ketinggian

Manifacturing Hope 89
dahlaniskan.net

Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN

Dari lantai atas hotel Fairmont Mekah ini saya bisa menatap Ka’bah yang agung di tengah-tengah pusaran manusia yang lagi tawaf di Masjidil Haram. Di lantai inilah saya siap-siap shalat tarawih malam itu, malam ke-29 bulan puasa. Di lantai ini pulalah saya diagendakan bertemu pemilik kerajaan bisnis Saudi Binladin Group, Syekh Bakr bin Ladin.
Inilah lantai di mana Syekh Bakr tinggal. Salah satu ruangannya dijadikan tempat shalat. Yakni ruang yang persis menghadap Masjidil Haram. Dari kaca ruang ini, lautan manusia di bawah sana terlihat menyemut. Masjid yang terang lampunya bak siang itu, dengan menara-menara yang gemerlap bercahaya. Manusia di dalamnya terlihat tidak henti-hentinya memutari Ka’bah.
Dari sini pula terlihat bangunan baru yang arsitekturnya mirip Masjidil Haram.  Inilah bangunan tambahan yang besarnya melebihi Masjidil Haram itu sendiri. Bangunan ini hampir jadi. Letaknya persis di sebelahnya dalam posisi menonjol karena bertumpu di bukit yang lebih tinggi. Lokasi ini dulunya dikenal sebagai Hotel Mekah dan sekitarnya. Bulan puasa tahun depan bangunan ini jadi 100 persen.
Dari arah atas ini pula terlihat seperempat bagian Masjidil Haram yang dibongkar dan kini sedang dibangun lagi. Di bagian inilah BUMN PT Waskita Karya (Persero) Tbk ikut berperan. Proyek ini didapat Waskita dari kontraktor utama Binladin. Tiap tahun ditargetkan seperempat pembongkaran dilakukan untuk dibangun kembali. Dengan demikian seluruh Masjidil Haram selesai direnovasi tahun 2018. Berarti, selama itu pula Waskita akan terus bekerja di sana. Insya-Allah.
Dari kamar khusus Syekh Bakr itu semua aktivitas di Masjidil Haram dan sekitarnya terlihat sempurna.
Saya, Dirut Waskita Karya M Choliq, dan manajer Waskita di Arab Saudi, sudah siap di kamar itu menjelang adzan Isya. Ditemani beberapa staf inti Binladin Group. Termasuk adik kandung Syekh Bakr yang juga direktur keuangan grup itu.
“Syekh masih di sana, tapi segera tiba,” ujar salah satu staf inti Binladin Group. Berkata begitu ia sambil menunjuk bangunan tinggi di sebelah Masjidil Haram, arah kanan depan Fairmont Hotel. Itulah bangunan di mana Raja Arab Saudi dan keluarganya tinggal untuk beribadah selama 10 hari terakhir bulan puasa.
Syekh Bakr bin Ladin masih di gedung kerajaan itu. Kami pun shalat tarawih mengikuti imam Masjidil Haram. Sound system di kamar itu memang tersambung sound system masjid. Adzan dan suara imam juga tersambung ke seluruh kamar hotel sehingga banyak penghuni hotel yang shalat lima waktu di kamar masing-masing dengan imam dari Masjidil Haram.
Usai shalat tarawih, yang ditunggu pun tiba. Syekh Bakr ternyata cukup santai, tanpa tutup kepala dan bicaranya ceplas-ceplos seperti umumnya pengusaha. Di situlah kami membicarakan proyek-proyek Waskita dan masa depannya. Termasuk keinginan Syekh Bakr untuk terus menambah orang agar Waskita bisa ikut mempercepat penyelesaian proyek.
“Di sini selalu diinginkan serba cepat. Proyek lima tahun kalau bisa selesai dalam dua tahun,” kata Syekh Bakr.
Ternyata Syekh Bakr juga sudah tahu maksud kedatangan saya. “Waskita akan kami ikutkan di proyek perluasan Masjid Nabawi di Madinah,” tegasnya. “Kalau perlu tidak hanya proyeknya. Juga sampai pemeliharaannya,” tambahnya. “Pokoknya peranan Waskita harus kita tingkatkan terus,” katanya lagi. Kali ini sambil menatap wajah-wajah staf intinya.
Entah apa yang baru dia bicarakan di gedung kerajaan di sana, yang jelas malam itu Syekh Bakr menyambut baik semua rencana kami. Termasuk mengundangnya untuk berinvestasi di Indonesia. “Kami akan serius masuk Indonesia,” katanya.
Yang juga terlihat spontan adalah kata-kata terakhirnya kepada para stafnya: tiap tahun beliau ini harus jadi tamu kita di sini, dan malam ini antarkan beliau ke atas!
Saya tidak menyangka mendapat kesempatan naik ke ketinggian 400 meter di puncak bangunan itu. Yakni ke ruangan yang terletak di balik “Jam Mekah” warna hijau yang terlihat dari seluruh penjuru kota, bahkan terlihat dari Mina dan Muzdalifah itu. Inilah jam terbesar yang diletakkan di ketinggian tertinggi di dunia. Kalau Big Band London yang terkenal itu tingginya hanya enam meter, Jam Mekah ini 43 meter!
Tulisan “Allah” (dalam huruf Arab) yang ada di dekat jam itu terbesar dan tertinggi di dunia. Panjang huruf alifnya saja 23 meter.
Ruangan di balik jam itu ternyata dijadikan diorama untuk menunjukkan keagungan jagad raya. Foto tiga dimensi matahari, lengkap dengan inti matahari, ada di situ. Demikian juga foto tata surya, jagad raya dan planet-planetnya. Termasuk pergerakan putaran bumi dan planet-planet lainnya. Ayat-ayat Al Quran yang terkait dengan alam raya di-display di sana-sini. Di ruang ini kita sungguh mengagumi erciptanya alam raya. Dan lebih-lebih mengagumi penciptanya.
Jam itu benar-benar raksasa. Empat buah jumlahnya untuk empat penjuru angin. Beratnya 23 ton!
Warna dasar jam itu hijau. Warna itu dibentuk oleh lampu-lampu LED dengan background material warna  putih. Untuk menghijaukan warna empat buah jam itu diperlukan dua juta lampu LED.
Jarum jamnya dibuat warna putih yang juga terbentuk oleh lampu LED bercahaya putih, dengan dasar material  hitam.
Pilihan warna dasar hijau dan jarum warna putih ini berdasar hasil riset yang mendalam. “Warna hijau dan putih adalah warna yang bisa terlihat dari jarak paling jauh. Sejauh apa pun, Anda masih bisa melihat jam ini dengan jelas. Kalau warna lain tidak akan sejelas hijau dan putih,” ujar seorang Jerman, muslim, arsitek gedung sekaligus pendesain jam ini. Saya beruntung bahwa dia diminta mendampingi saya untuk menjelaskan semua itu.
Keperluan listrik untuk jam ini saja, ampun-ampun, 2 MW! Maklum mesin jam itu (bisa kami lihat dari arah belakang jam) seperti gigi-gigi mesin pabrik gula!
Di ketinggian 400 meter itu (sekitar empat kali tinggi Monas) juga tersedia balkon. Kita bisa ke luar gedung untuk melihat Ka’bah dari atas. Juga untuk melihat seluruh kota Mekah. Allahu Akbar!
Tidak hanya Fairmont yang ada di gedung ini. Juga beberapa hotel lainnya. Superblok ini (disebut Clock Tower) memang sangat besar. Lantai bawahnya dibuat mal yang di waktu shalat diubah jadi tempat shalat berjamaah. Lantai mal ini memang connect dengan halaman Masjidil Haram. Beberapa lantai bagian depan superblok ini juga untuk masjid yang makmum ke imam Masjidil Haram.
Di salah satu ruang di Clock Tower ini pula saya menerima Presiden Islamic Development Bank (IDB), Dr Ahmed Muhammed Ali sehari sebelumnya. Terutama karena IDB memiliki fasilitas kredit ekspor. Fasilitas inilah yang harus dimanfaatkan oleh PT Dirgantara Indonesia (Persero) untuk menjual pesawat ke negara-negara anggota IDB. Saya minta manajemen PT DI serius menindaklanjutinya.
Bahkan kalau perlu BUMN lain tidak usah memanfaatkan kredit IDB. Seluruh dana IDB untuk Indonesia yang sebesar Rp 30 triliun bisa dialokasikan sepenuhnya untuk  penjualan pesawat PT DI. Sedangkan untuk dermaga pelabuhan Belawan Medan, misalnya, Pelindo I sebenarnya mampu membiayainya sendiri. Bahkan bisa lebih cepat terwujud.
Kalau BUMN lain meminjam dana itu, BUMN itu yang harus mengembalikannya. Tapi kalau PT DI yang dapat fasilitas itu, negara pembeli pesawat yang harus melunasinya. Dr Ahmed terlihat antusias untuk bisa membiayai ekspor pesawat PT DI. “Saya pernah berkunjung ke PT DI di Bandung. Saya sangat terkesan,” katanya. “Waktu itu saya diundang Dr Habibie,” tambahnya.
Indonesia adalah anggota penting IDB. Juga salah satu pendirinya. Di ulang tahun IDB ke-40 tahun depan, ada baiknya ditandai dengan terealisasinya kredit ekspor untuk PT DI itu.

Dari The Tarix Jabrix ke Proses Stem Cell

Manufacturing Hope 92
www.tabloidbintang.com

Oleh Dahlan Iskan
Menteri BUMN

Sutradara muda yang sukses dengan film trilogi The Tarix Jabrix , Iqbal Rais (29 tahun), sudah lebih setahun ini terbaring di rumah sakit. Iqbal menderita kanker leukemia yang sulit disembuhkan.
Semula dia hanya merasa lemas dan sering pusing. Lalu pergi ke dokter di Jakarta. Iqbal dicurigai terkena anemia akut. Dia pun dimasukkan ke rumah sakit. Berbagai obat pun sudah dia minum. Tapi tak kunjung sembuh.
Ketika ayahnya hendak check up ke Malaysia, Iqbal ditawari ikut serta. Sekalian diperiksa di sana. Hasilnya: Iqbal dinyatakan terkena kanker darah. Dan setelah pemeriksaan lebih detil, kankernya sudah menyebar ke sumsum.
Tentu Iqbal tidak ikut pulang ayahnya. Dia meneruskan berobat di sana: dikemo. Ditemani istrinya yang amat tabah. Tapi hampir setahun di sana, tidak ada kemajuan. Rambutnya sudah gundul. Akhirnya balik ke Jakarta. Hidupnya on off antara rumah sakit dan rumah sakit. Juga tidak ada kemajuan. Dia pun mendapat info untuk berobat alternatif di Bali. Dia jalani. Juga tidak memperoleh kemajuan. Agar dekat dengan keluarga akhirnya dia berobat di Surabaya.
Saya terus memonitor keadaannya. Dia memang selalu mengontak saya setelah membaca buku saya Ganti Hati. Ke mana pun pindah berobat dia selalu memberitahu saya. Sebenarnya saya ingin segera mengusulkan cara baru, tapi saya tunggu dulu hasil usaha-usaha yang biasa itu.
Namun karena tidak juga berhasil akhirnya saya beranikan mengusulkan cara baru itu. Tapi bersediakah dia mencoba hal yang masih baru? Akankah dia tahan menderita terus di tempat tidur di rumah sakit? Tidakkah dia berpikir usaha biasa-biasa saja hanya akan terus menjadi beban? Beban untuk dirinya, istrinya, anak tunggalnya yang baru empat tahun, dan beban untuk seluruh keluarganya?
Apalagi, bukankah pengobatan kanker yang mahal itu harus dijalaninya dalam waktu yang panjang?
Mendengar usul saya itu Iqbal semula agak bimbang. Dia bingung dengan rencana pengobatan baru itu. Iqbal belum banyak mendengarnya: transplan stem cell!
Saya terus memberinya pengertian. Juga mengenalkannya dengan tim stem cell Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga Surabaya dan tim stem cellRSUD dr Sutomo Surabaya. Di Unair ada lab stem cell dan bank jaringan. Ada Dr Ferdiansyah, dr, SpOT yang menjadi ketua regenerative medicinesebagai tim inti penggerak roda kegiatan stem cell.
Dibantu oleh Dr Heri Suroto, dr, SpOT, Dr Joni Wahyuhadi,dr, SpBS, Dr Ugrasena, dr, SpA, Dr Hendy H, dr, SpOG, Dr Dwikora, dr, SpOT. Total ada 50 profesor, doktor, dan dokter yang menekuni penelitian stem cell ini. Ketuanya: Prof Dr Fedik Abdul Rantam.
Saya mengenal baik para guru besar dan doktor di tim stem cell itu. Bukan saja karena saya orang Surabaya. Saya memang minta BUMN PT Kimia Farma untuk bekerjasama dengan Unair. Kerjasama seperti itu juga saya minta dilakukan dengan UI, Unpad, dan UGM.
Awalnya saya mengundang mereka ke Jakarta. Ternyata yang hadir lengkap.Full team. Delegasi itu dipimpin langsung Rektor Unair Prof Dr Fasich, Apt. Tim besar ini membeberkan semua temuan yang dihasilkan para peneliti Unair yang bisa diwujudkan secara nyata.
Salah satunya stem cell itu. Tim ini sudah melakukan stem cell kepada sekitar 40 orang dengan berbagai kasus penyakit. Ada yang karena patah tulang akibat kecelakaan, ada yang karena kelainan tulang sejak lahir, ada yang kelainan sampai jalannya membongkok, ada yang karena leukemia, diabetes, stroke, dan kanker pankreas.
Iqbal saya tawari stem cell di Unair itu. Dia pun diskusi dengan tim. Iqbal akhirnya menerima. Pertimbangannya: toh berbagai cara sudah dilakukan dan belum berhasil. Hebatnya, Iqbal juga ingin mengabdikan dirinya untuk kemajuan ilmu pengetahuan.
Minggu lalu proses awal sudah dilakukan. Penelitian atas gen dan cellnya sudah selesai. Tim Unair sedang mencari cara agar Iqbal sedapat mungkin tidak menggunakan cell-nya sendiri. Kecuali terpaksa. Biasanya cell keluarga dekatnya cocok.Tapi cell adik dan kakaknya ternyata tidak cocok.
“Padahal kalau cocok 70 persen saja sudah cukup,” kata Dr Purwati, sekretaris tim stem cell Unair. Dr Purwati, arek Jombang yang alumni Unair itu mengambil gelar doktor di bidang ini. Juga di Unair. Desertasinya mengenai stem cell untuk pengobatan HIV.
Dalam hal Iqbal, kalau pemeriksaan atas cell orangtuanya nanti juga tidak membuahkan hasil, masih akan dicarikan dari bank cell di luar negeri. Kalau pun tidak bisa baru akan diambilkan dari cell Iqbal sendiri.
Intinya, menurut Purwati, sejumlah cell imum Iqbal akan diambil. Lalu dikembangkan di laboratorium selama antara 12 sampai 14 hari. Setelah itucell imum yang sudah dikembangkan tersebut ditransplankan ke dalam darah Iqbal. Untuk itu proses kemonya diteruskan dulu untuk mematikan kankernya. Lalu cell imum yang ditransplankan bekerja.
Saya bangga dengan Iqbal yang siap menjalani semua itu. Ini memang ilmu baru tapi Iqbal bersedia menjalaninya. Saya akan minta kepada Dr Purwati untuk mempertemukan Iqbal dengan pasien-pasien yang sudah berhasil dengan stem cell tersebut. Untuk membesarkan hatinya.

Kerjasama Unair dengan BUMN sendiri tidak terbatas pada stem cell. Juga pada pengembangan pil KB untuk pria. Penelitinya adalah Prof Dr Bambang Prayogo. Ahli lulusan Unair ini menemukan pil KB untuk pria setelah dia bertugas lama di Papua.
Waktu itu Prof Bambang mengamati adat yang unik di Papupa. Pria yang belum bisa menikah karena belum mampu membayar mahar berupa puluhan babi tetap bisa melakukan hubungan badan dengan kekasihnya asal tidak sampai hamil. Untuk itu pria Papua memakan daun tertentu sebagai pil KB untuk pria.
Tanaman itulah yang terus diteliti oleh Prof Bambang. Hasilnya nyata. Maka saya pun minta Kimia Farma menyiapkan produksinya.
Belakangan banyak orang kaya kita melakukan stem cell ke Eropa, Jepang, Korea, dan Tiongkok. UI dan Unair sudah mampu melakukannya! Unair lagi mengarah ke stem cell untuk liver. Agar liver yang sudah serosis pun bisa diatasi! (*)

Gus Mus Says:


Setiap kali membicarakan perbaikan keadaan, selalu akhirnya ditanyakan: "Dari mana kita harus memulai perbaikan ini?" dan saya selalu menjawab:"Ya, dari diri kita sendiri."
Musthofa Bisri

Kajian Rutin Ar-raudhah Kampus

Pamflet Ar-Raudhah
~~~Ayo Rame-Rame Berangkat Ngaji~~~
Kajian Rutin Ar-raudhah Kampus
Edisi 8 Oktober 2013
di selasar Utara masjid Nurul Huda UNS
pukul 16.15
Pembahasan kitab Ar-risalatul Jami'ah bersama Habib Muhammad bin Husein Alhabsyi

Kitab ini kecil, tapi kalau mau jadi ulama yang besar harus bisa menguasai kitab ini dulu, kalau gak bisa menguasai kitab ini jangan mimpi jadi ulama besar. Justru kitab kecil ini yang ngarang ulama besar.
(Habib Novel bin Muhammad Al-'aydrus (Pimp. Majelis Ilmu dan Dzikir Ar-raudhah)

GRATIS UNTUK UMUM!!!

DI 19, Sepatu (baruku) Asli Indonesia


Sepatu DI 19 dicoba adik saya, Candra Panggalih Rigen
Hari ini (7/10) pertama kali saya menggunakan sepatu baru. Sepatu kedua saya yang asli bikinan Indonesia. Baik dibuatnya (made in...) ataupun merk-nya. 

Yang pertama merk 'Black Master'. Sepatu handmade dari Bandung. Saya beli melalui online shop. Setelah dapat dan melihat kualitasnya. Lalu dalam hati saya berkata," kalau nanti mau beli sepatu lagi, kalau ada sepatu merek Indonesia yang bagus, saya akan beli walaupun harganya lebih mahal."

Sepatu yang kedua ini sangat istimewa. Merek-nya DI 19. Sama dengan sepatu yang dipakai Dahlan Iskan sehari-hari. Sudah lama saya menginginkan sepatu ini. Saya browsing-browsing di internet. Saya buka-buka mulai dari facebook, twitter, google, kaskus, tokobagus, dlsb untuk mencari info. Saya mencari-cari orang atau siapapun yang menjualnya. Baru pada bulan puasa kemarin, saya sempat kontak dengan orang yang bisa membantu. Tapi respon cukup lama. Saya maklum karena orang tersebut bekerja sebagai wartawan. 

Beberapa lama saya menunggu. Tiba-tiba tanggal 27 Agustus ada seorang Dahlanis (sebutan untuk pengagum Dahlan Iskan) dari Semarang yang posting di fanspage Dahlanis Jateng-DIY yang mengumumkan bagi siapa yang mau pesen sepatu DI 19 harap inbox atau hubungi dia. Langsung saja, tanpa pikir panjang saya langsung sms dia pada hari itu juga. Respon cepat tapi lagi-lagi saya harus menunggu untuk bisa mendapatkan sepatu ini. Karena harus ada 10 orang dulu baru bisa pesen. huh!

Baru minggu kemarin, hari rabu, pagi-pagi saat saya masih tertidur karena semalaman saya begadang nonton liga Champion antara Arsenal - Napoli sambil mata masih lengket saya mengangkat telepon. Saya mendapat kabar bahwa sepatu DI 19 sudah ada. Alhamdulillah penantian panjang saya berujung juga :)

Lalu saya minta no. rekeningnya untuk segera transfer uang sesuai harga sepatu DI 19, yaitu 300 ribu ditambah ongkos kirim. Sambil menunggu sms balesan, saya hubungi teman-teman yang punya no. rekening. Ada yang tidak punya, ada yang punya tapi saldo kurang, ada yang punya tapi ATM sedang rusak, dan rekening saya sendiri sudah tidak aktif lagi, saldo punya saya sudah habis.

Saya berinisiatif untuk buka rekening baru. Sekalian saja nanti bisa untuk menabung lagi. Lalu saya pergi ke Bank BRI dekat kos. Di sana saya tanya kepada satpam mengenai syarat-syarat untuk membuat tabungan baru dengan KTP Sragen. Ternyata saya harus menyediakan kartu Mahasiswa. Kebetulan pada saat itu, kartu mahasiswa saya dibawa teman digunakan untuk syarat dekan cup di kampus. Terpaksa saya kembali ke kosan. Baru sehabis dhuhur saya mendapatkan karmas, langsung saya pergi ke bank BRI lagi. Pukul 3 sore rekening baru saya sudah jadi. Alhamdulillah. Saya pulang ke kosan. Saya sms mengingatkan no. rekening ternyata belum dikirim. Habis isya' baru no rekening dikirim. Saya putuskan untuk transfer uangnya besok pagi. Pastinya sudah bilang sebelumnya. Dan sepatu DI 19 saya baru dipaketkan via TIKI dari Semarang. Saat dihubungi pilih paket 4-5 hari atau 2-3 hari saya pilih paket yang paling cepat. Dan benar pada hari jumat dikirim dari Semarang, hari sabtu siang sudah sampai ke rumah saya :)

Perasaan saya sangat senang saat sepatu ini tiba di rumah. Saat pak kurir TIKI sampai rumah saya sedang menonton tv bareng adik saya yang paling kecil. Paket langsung saya bawa masuk. Saya buka bareng adik. Tidak sabar untuk mencoba, adik saya yang masih usia 4 tahun tidak mau mengalah. Sedikit terpaksa, saya mempersilakan adik mencoba duluan. Padalah sangat kegedhean. haha

Dan hari ini adalah hari pertama saya memakai sepatu DI 19 secara resmi. Saya pakai ke Solo. Saya pakai ke kampus. Agak aneh rasanya. Rasa yang tidak biasa saat pertama menggunakan sepatu baru. Jenis sepatu yang belum pernah saya pakai sebelumnya. Sepatu yang paling tinggi di antara sepatu-sepatu saya yang lama. Sepatu running. Sepatu kets. Kaki saya cukup asing dengan sepatu jenis sport ini. Walaupun sudah biasa menggunakan sepatu futsal tapi menggunakan sepatu kets untuk sehari-hari saya kira baru kali ini. Tapi saya bahagia :)))

Benar kata Dahlan Iskan, sepatu ini sangat nyaman. Dahlan Iskan saja berani menyamakan sepatu ini dengan sepatu lamanya yang merek Amerika. Saat sepatu ini baru diproduksi sekali untuk Dahlan Iskan sendiri, sepatu lamanya yang merek Amerika dilempar jauh. Dahlan tidak akan memakai sepatu produksi luar negeri lagi. Dahlan Iskan akan selalu memakai sepatu produk Indonesia. Demi Indonesia! (jh)
Ilustrasi Dahlan Iskan dan Sepatu DI 19
sumber: google.com

Up