INOVASI: ALAT PENGERING PADI TENAGA SURYA


Pertanian di Indonesia perlu dimodernkan. Mayoritas penduduk di bawah angka kemiskinan ada pada petani. Perlu adanya upaya agar petani dapat memproduksi hasil pertaniaanya dengan lebih efektif. Mulai dari pembibitan, proses penanaman, proses panen, sampai pasca panen. Nantinya hasil pertanian semakin bagus, sehingga tinggi pula nilai jualnya. Nantinya juga masa panen semakin cepat, sehingga besar pula laba hasil pertaniannya. Untuk itu perlu dilakukan 'perkawinan' antara teknologi dan pertanian. Dan inilah salah satu usaha itu, alat pengering tenaga surya.

***
Dahlan Iskan: Ada Teknologi, Petani Bisa Hemat

Uji Alat Pengering Padi di Arosbaya

BANGKALAN " Pagi sekitar pukul 09.30 Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan tiba di Desa Plakaran, Kecamatan Arosbaya. Tujuannya menguji temuan mahasiswa Universitas Brawijaya (UB) yang dibiayainya sendiri.

Temuan mahasiswa UB itu adalah alat pengering padi tenaga surya. Alat tersebut bisa membantu petani mengeringkan hasil panennya. Dengan alat itu, petani bisa lebih banyak menghemat biaya produksinya dan mempercepat proses pengeringan padi agar bisa segera dijual.

Seperti biasa, kedatangan Dahlan Iskan tak banyak diketahui orang. Di sawah yang didatanginya hanya ada warga, petani, dan tokoh masyarakat. Petani yang mengetahui Dahlan datang langsung berebut menyalaminya. Tanpa ragu, Dahlan langsung melepaskan sweater-nya, menyalami para petani dan sejenak berbincang dengan mereka.

Tak lama Dahlan langsung menanyakan alat pengering padi yang dibuat Sidik Dermawan, Sandi Pradita, Riyan Fajar, dan Ilham Kamil itu. Keempatnya merupakan mahasiswa Jurusan Teknik Mesin UB semester enam.

Kepada Sidik Darmawan, Menteri BUMN menanyakan cara kerja alat temuannya tersebut. Dahlan memastikan alat itu tak sulit dioperasikan dan bisa dipakai petani. Dia lalu memperhatikan dari atas ke bawah alat itu sambil bertanya detil manfaat alat itu.

Setelah memperhatikan alat itu, Dahlan mengatakan sangat mendukung dan mengapresiasi karya mahasiwa itu. Dahlan berharap mahasiswa terus menyempurnakan temuannya. Dia bernjanji akan membantu 100 persen uji coba dan penyempurnaan alat tersebut.

"Saya pribadi siap membiayai uji coba dan karya mahasiswa ini. Kita lihat hari ini, hasilnya seperti apa setelah uji coba" Tadi saya diskusi dengan Dirut PT Pertani dan Dirut Perum Bulog (Badan Usaha Logistik). Keduanya meminta ada beberapa penyempurnaan," ujarnya. Misalnya, sambung Dahlan, kaca yang dipakai untuk alat itu harus kaca yang bisa menyerap panas lebih tinggi. Supaya kemampuan menyerap panas lebih baik.

"Dengan teknologi ini petani akan lebih hemat. Sekarang kan uang pengeringan dengan bahan bakar minyak atau solar mahal sekali harganya. Jangan-jangan nanti lebih mahal biaya bahan bakarnya daripada padinya," ungkapnya.

Usai menguji alat buatan mahasiswa itu, pihaknya berjanji akan memperbanyak alat itu setelah proses penyempurnaan. Dia menegaskan, pertanian harus mendapatkan sentuhan teknologi agar biaya produksi bisa lebih hemat. Penghematan biaya produksi secara langsung akan membuat petani lebih sejahtera.

Terkait temuan mahasiswa itu, Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso berharap, mahasiswa terus memperbaiki dan menyempurnakannya. Sehingga, alat itu benar-binar bisa dipakai petani untuk meningkatkan produktivitasnya dengan cara yang hemat. Sebab, selama ini petani memang banyak mengeluh tentang proses pengeringan padi yang membutuhkan waktu lama.

"Ini kan suatu inovasi. Tentunya inovasi ini harus dikaji ulang untuk menghasilkan yang terbaik. Persoalan petani saat ini adalah turunnya kualitas padi. Penyebabnya proses pengeringan tidak cepat," paparnya.

Di lokasi yang sama, Dirut PT Pertani Ilham Setia Budi mengatakan, akan mengajak mahasiswa yang membuat alat pengering itu ke perusahaannya. Dia ingin keempat mahasiswa itu bisa menggabungkan inovasinya dengan metode pertanian di PT Pertani.

"Bagus, inovasi anak muda dibutuhkan petani. Namun temuan tersebut masih membutuhkan penyempurnaan. Nanti kami akan undang ke kantor untuk kerja sama dan untuk memperbaiki teknologi alat pengeringan padi," paparnya.

Melihat inovasi mahasiswa tersebut, Yudani, 43, warga Desa Plakaran mengaku senang. Dia menyatakan langsung paham cara pakai alat itu. Dia berharap Menteri BUMN bisa segera memperbanyak alat itu dan diberikan pada petani di Madura. "Saya lihat cara pakainya mudah sekali. Hampir sama dengan memasukkan kue ke oven," ungkapnya.

Atas temuan itu, salah satu mahasiswa pembuatnya Sidik Darmawan menjelaskan, alat itu bisa mengeringkan padi dalam waktu sekitar satu hari setengah saja. Padahal, biasanya petani membutuhkan waktu hingga tujuh hari untuk mengeringkan padi itu dengan cara menjemurnya di bawah matahari.

Sidik menjelaskan, alat tersebut berbentuk balok persegi panjang, dengan ukuran pajang 30 sentimeter (cm), lebar 30 cm, dan tinggi mencapai 1 meter. Alat tersebut hampir semuanya terdiri dari kaca yang dilengkapi seng penangkap panas dan sebagian dari kawat dan kayu.

"Dengan ukuran alat itu, padi yang bisa dikeringkan bisa 1 kuintal. Ini masih percobaan. Saat ini, kami masih fokus pada penyempurnaan. Kami siap membuat alat seperti ini dengan ukuran yang lebih besar jika ada," terangnya. Alat yang diuji cobakan kemarin menghabiskan biaya pembuatan Rp 3 juta.

(c4/mad)

Up