Hikmah Sakit

ilustrasi: googling
Jumat. 23 November 2012. Pukul 3 pm WIB. Saya sudah sampai di rumah. Saat perjalanan baru sampai Jaten. Dan lagi-lagi di Jaten. Ketika saya pulang hujan turun. Saya memakai mantel. Sedikit basah di kaki dan tangan. Ketika memasuki wilayah Sragen hujan mulai reda. Mantel masih saya pakai sampai rumah. Untuk mengurangi terpaan angin. Dan dingin.

Jumat malam. Belum genap pukul 8 pm WIB. Mata mulai mengantuk. Saya putuskan untuk istirahat sebentar di kamar. Sambil membaca slide periklanan. Bahan ujian susulan psikologi periklanan. Baru tiga slide. Tapi tubuh tak mampu menahan. Saya tertidur.

Tengah malam. Saya terbangun. Badan semua pegal. Tanda-tanda saya sakit. Lama. Saya membuka mata. Saya menuju ke kamar mandi. Kemudian kembali ke kamar. Entah apa yang saya rasakan ini. Saya sakit? Kenapa sakit? Apa ketika tadi kehujanan saya tadi kedinginan. Lalu masuk angin? Apa kehujanan selama satu minggu. Kemudian dikumulatif. Dijumlahkan. Akhirnya jadi sakit? Apa karena kemarin. Hari kamis saya makan bakso dan sorenya maag saya kumat? Tapi apa hubungannya dengan sakit saya sekarang? Malam itu maag saya langsung sembuh. Saya bingung. Tak merasa melakukan kesalahan yang menyebabkan saya sakit.

Saya terus menelusur apa saja yang telah saya lakukan. Saya tidak menemukan apa yang mungkin menyebabkan saya sakit. Oke. Saya menenangkan diri. Terimakasih ya Allah. Saya terima. Kemudian ber-istighfar sebanyak-banyaknya. “Maafkan Tuhan entah apa salah hamba. Perkataan hamba yang sering menyakitkan. Usil saya yang berlebihan. Suka ngutang. Pelit. Suka ngomongin orang dan bla bla bla...”. Saya terus ber-istighfar sampai tidak sadar sudah tidur lagi.

“Ini demam. Masuk angin.”saya pikir. Sebelumnya saya tidak menyangka maag. Karena hari itu saya tidak telat makan. Saya makan. Bahkan sampai di rumah saya langsung makan. Sebelum tidur pun, perut saya baik-baik saja.

Benar ini adalah demam. Saya hafal dengan sakitnya. Rasa sakit saya berbeda dari kebanyakan orang. Saya sulit menjelaskannya. Entah. Saya juga tidak tahu namanya. Setiap saya demam. Badan saya semua menjadi pegal. Setiap sudut tubuh dan lekuk badan. Sakit. Ngiluuu. 

Rasanya enak sekali membayangkan dipijit bagian-bagian tubuh saya yang pegal. Tapi pegal saya ini berbeda. Setiap dipijat rasanya berkurang tetapi ketika pijatan dihentikan rasa sakit itu kembali lagi. Saya menyerah setiap sakit saya ini datang. Tidak kuat. Tidak tahan.

Masalah sakit saya tidak pernah main-main. Saya tidak mau pergi ke dokter yang asal-asalan. Bukan karena sombong. Bukan juga kebyakan uang. Tetapi prinsip saya. Saya tidak tahan dengan pegal. Saya harus segera sembuh. Tidak ada waktu berspekulasi dengan dokter. Yang pasti-pasti saja. Saya suka langsung ke rumah sakit. Memang biaya sedikit lebih mahal. Tapi saya langsung merasakan efeknya. Kurang dari dua jam. Saya jamin. Hahaha

Sebaliknya saya suka main-main soal minum obat. Tidak ada namanya disiplinnya sama sekali. Saya tidak pernah menghabiskan obat dari dokter. Paling lama sehari semalam itu sudah rekor pribadi. “Apa enaknya obat? Kalau tujuannya sembuh sudah tercapai kenapa diminum terus? Itu kan racun!”, bela saya.

Masih satu pertanyaan saya yang belum terjawab. Kenapa saya sakit? Apakah Tuhan sedang sayang? Mungkinkah Tuhan sedang melindungi saya dari bencana lain? Apakah dosa saya sedang dikurangi? Saking banyaknya dosa. Saya harus dihadiahi rasa sakit biar berkurang. Keep Husnudzon !!!. Tuhan sayang sama saya.

Tensi saya 100/70. Masih rendah seperti biasa ketika saya periksa ke dokter. Saya maag, mual, badan dan kepala tidak enak. Lidah saya kotor. Penjelasan dokter mencerahkan. Saya maag, masuk angin dan demam. Terakhir. “Jangan makan pedas, asam dan bakso dulu!” kecam dokter Wisnu.

Saya berharap cepat pulih. Hari senin. 26 November 2012. Kepala saya masih pusing. Migran sebelah kanan. Lidah saya masih pahit. Perut saya masih kembung. Masih enggan makan enak. Yang tidak enak apalagi. Tapi itu semua bukan halangan. Saya memutuskan stop minum obat. Walaupun kemarin dokter memberi wejangan untuk menghabiskan obatnya.

Saya frustasi. Sakit kok tidak sembuh-sembuh. Sudah minum obat. Lama. Banyak. Nggak enak. HuhuhuSaya mengotak-atik pikiran. Sakit ini hanya persepsi. Saya paksa untuk buka coreldraw. Saya bikin desain. Saya mulai menulis catatan ini. Mungkin hasilnya tidak bagus. Tapi cukup menyembuhkan. Dan obat paling ajaib. Sedekah. Saya harus bersedekah. Besok. Insha Allah

Setelah saya pulih nanti. Saya berjanji (red:Insha Allah) akan Keep Fighting lagi. Mengejar nikmat waktu yang tertunda. Dengan nikmat sakit yang diberikan. Keep Husnudzon! Saya ralat. Mengejar nikmat sakit yang dianugerahkan. Menunggu nikmat sehat. Saya istirahat dulu. Pikiran dan badan. Alhamdulillah.

Bahkan saya akan lebih melimitkan waktu. Itu passion saya sekarang. Merambah hobi baru. Menulis, berenang dan belajar bahasa asing (red: bahasa inggris). Juga marketing. Doakan.Aamiin-kan sekalian. Aamiin

diposting di catatan facebook 26 November 2012
Up